tag:blogger.com,1999:blog-29774939676430311512023-11-15T09:36:46.764-08:00AHMAD NASIR BLOGAhmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.comBlogger7125tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-15781476730066789582010-06-02T11:15:00.000-07:002010-06-02T11:16:27.589-07:00TEKNIK PENGENDALIAN GULMA DENGAN HERBISIDA PERSISTENSI RENDAH PADA TANAMAN PADIGulma merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman padi. Gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok (Gupta 1984). Pada tanaman padi, biaya pengendalian gulma mencapai 50% dari biaya total produksi (IRRI 1992).<br />Komunitas gulma dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan kultur teknis. Spesies gulma yang tumbuh bergantung pada pengairan, pemupukan, pengolahan tanah, dan cara pengendalian gulma (Noor dan Pane 2002).<br />Gulma berinteraksi dengan tanaman melalui persaingan untuk mendapatkan satu atau lebih faktor tumbuh yang terbatas, seperti cahaya, hara, dan air. Tingkat persaingan bergantung pada curah hujan, varietas, kondisi tanah, kerapatan gulma, lamanya tanaman, pertumbuhan gulma, serta umur tanaman saat gulma mulai bersaing (Jatmiko et al. 2002).<br />Di tingkat petani, kehilangan hasil padi karena persaingan dengan gulma mencapai 10-15%. Karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyiang, dalam mengendalikan gulma petani mulai beralih dari penyiangan secara manual ke pemakaian herbisida (Pane et al. 1999). Selain itu, penggunaan herbisida lebih ekonomis dan efektif mengendalikan gulma dibanding cara lain, terutama pada hamparan yang luas. (Caseley 1994; Moody 1994; Heong dan Escalada 1995). Pengendalian gulma dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga penurunan hasil secara ekonomis menjadi tidak berarti (Mulyono et al. 2003).<br />Clomazon, kalium MCPA, dan 2,4 D dimetil amina merupakan herbisida dengan persistensi rendah. Menurut Jatmiko et al. (2002), persistensi adalah lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah yang merupakan akibat dari penyerapan, volatilisasi, pencucian, dan degradasi biologi ataupun nonbiologi. Pada umumnya persistensi herbisida di dalam tanah lebih pendek dari pada insektisida dan bervariasi dari beberapa minggu hingga beberapa tahun, bergantung pada struktur dan sifat tanah serta kandungan air di dalam tanah. Herbisida persistensi rendah menandakan lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah termasuk rendah. Dengan demikian, herbisida yang terserap tanaman padi juga rendah sehingga hasil padi aman dikonsumsi.<br />Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemakaian herbisida terhadap pertumbuhan gulma dan hasil padi. Herbisida yang diaplikasikan merupakan kelompok herbisida persistensi rendah yang lama aktivitas biologinya dalam tanah pendek.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAHAN DAN METODE<br /><br /><br />Percobaan dilaksanakan di lahan petani dengan jenis tanah Vertisols di Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, pada MK 2001. Bahan yang digunakan meliputi herbisida dari golongan fenoksi yaitu 2,4 D dimetil amina dan kalium MCPA, herbisida dari golongan isoksazolidin yaitu clomazon, benih padi IR64, serta pupuk urea, SP-36, dan KCl. Alat yang dipakai adalah meteran gulung, cangkul, pengukur kadar air, timbangan manual dan elektrik, serta alat semprot (knapsack sprayer) dengan kapasitas 17 l.<br />Percobaan diawali dengan membuat persemaian 21 hari sebelum tanam. Pengolahan tanah dilakukan setelah petak percobaan dibuat. Petak percobaan berukuran 5 m x 6 m. Tanah diolah dengan cara dibalik sekali dan diratakan. Jumlah petakan setiap ulangan adalah lima petak. Penanaman dilakukan secara tanam pindah dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm setelah bibit padi berumur 21 hari setelah sebar (HSS).<br />Perlakuan pengendalian gulma yang dicobakan adalah: (W1) tanpa disiang; (W2) disiang manual dua kali pada 21 dan 42 hari setelah tanam (HST); (W3) clomazon 2 l/ha pada 3 HST; (W4) kalium MCPA 1,5 l/ha pada 10 HST; dan (W5) 2,4 D dimetil amina 1 l/ha pada 14 HST. Penentuan dosis herbisida dilakukan sebagai berikut:<br />Contoh perlakuan W3: clomazon 2 l/ha.<br />Ukuran plot: 5 m x 6 m = 30 m2<br />Luas 1 ha = 10.000 m2<br />Produk 2 l = 2.000 ml<br />Dosis herbisida tiap petak:<br />(30/10.000) x 2.000 = 6 ml/petak<br />Apabila dosis rekomendasi herbisida clomazon adalah 2 ml/l air, maka kebutuhan air untuk dosis 6 ml adalah 3 l, sedangkan kebutuhan air tiap hektar adalah 1.000 l. Cara penghitungan ini berlaku pula untuk perlakuan lainnya.<br />Perlakuan W1 dan W2 merupakan perlakuan pembanding. Penyemprotan dilakukan sesuai perlakuan pada saat cuaca cerah serta tidak melawan arah angin. Nozel yang digunakan berbentuk kipas dengan lebar 1,10 m. <br />Pada saat tanaman berumur 21 dan 42 HST, khusus untuk perlakuan W2 dilakukan penyiangan gulma di seluruh petakan. Penyiangan dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia, yaitu dengan mencabuti rumput atau gulma yang tumbuh dalam petakan sampai bersih.<br />Pupuk yang digunakan adalah urea, KCl, dan SP-36 masing-masing dengan takaran 112,5 kg N/ha, 45 kg P2O5/ha, dan 90 kg K2O/ha. Urea dan KCl diberikan dua kali, yaitu 1/2 takaran pada 7 HST dan 1/2 takaran setelah tanaman berumur 46 HST. Pupuk SP-36 diberikan sekali yaitu pada saat sebelum atau awal tanam.<br />Pengamatan untuk tinggi tanaman dan jumlah anakan dilakukan pada 30 dan 60 HST bersamaan dengan pengambilan contoh gulma. Setiap petak diamati 10 rumpun tanaman contoh. Untuk mengendalikan hama dan penyakit digunakan insektisida berbahan aktif sipermetrin dan difekonazol.<br />Pengambilan contoh gulma dilakukan dengan menempatkan kotak-kotak kecil pada sudut-sudut petakan sehingga membentuk suatu diagonal. Kotak berukuran 0,5 m x 0,5 m, terbuat dari bambu yang diikat dengan tali sehingga membentuk sebuah bujur sangkar. Jumlah kotak masing-masing petak adalah empat buah, yakni dua kotak untuk mengambil contoh gulma pada 30 HST dan dua kotak lainnya pada 60 HST (Gambar 1). <br /> X <br /> s<br /><br /><br /><br /><br /> 5 m<br /><br /><br /><br /><br /> t<br /> s 6 m s<br /> Gambar 1. Posisi kotak contoh untuk pengambilan gulma<br /><br />Keterangan :<br />X = Luas petakan<br />Y = Kotak contoh gulma<br /><br /><br /><br />Contoh gulma kemudian dibawa ke tempat yang teduh dan tertutup agar pada saat identifikasi contoh gulma tidak beterbangan. Contoh gulma dipisahkan menurut spesiesnya kemudian diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan buku klasifikasi gulma. Setiap spesies gulma dibungkus dengan kertas dan diberi label menurut perlakuannya. Contoh gulma kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC selama 24 jam. Selanjutnya contoh gulma ditimbang untuk mengetahui bobot keringnya. Cara yang sama pengambilan contoh gulma pada umur 60 HST demikian pula pelaksanaannya. Parameter tanaman yang diamati adalah persentase gabah isi, bobot gabah 1.000 butir pada KA 14%, dan hasil gabah kering bersih (t/ha).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN<br /><br /><br />Jenis Gulma<br />Berdasarkan pengamatan, gulma yang tumbuh di lahan percobaan adalah Marselia crenata, Paspalum distichum, Fimbritylis milliacea, Echinochloa colona, Learsia hexandra, Cyperus diformis, Ludwigia abisinica, Cynodon dactilon, Ludwigia adcendens, Leptochloa chinensis, Cyperus tenuispica, Cyperus sanguinolentus, Ludwigia perenis, Lindernia crustaceae, Echinochloa crusgali, Lindernia antipoda, Elatine triandra, Ludwigia octovalvis, Ludwigia adcendens, Echinochloa glabrescens, Cyperus iria, Cyanotis axilaris, dan Lindernia bacopa. Gulma yang dominan pada umur 30 HST adalah M. crenata, P. distichum, dan F. milliacea, sedangkan pada umur 60 HST adalah E. crusgali, E. glabrescens, dan M. crenata.<br />Gulma F. milliacea, L. perenis, E. triandra, dan C. axilaris tidak tampak pada 60 HST. Hal ini diduga karena adanya penyerapan unsur hara dalam jumlah besar oleh tanaman padi dan gulma yang dominan sehingga menekan pertumbuhan gulma lainnya. Gulma yang tumbuh hampir pada semua petak percobaan adalah M. crenata, terutama sebelum tanaman padi berumur 30 HST.<br />E. crusgalli merupakan gulma dominan pada umur 60 HST, namun pengaruhnya terhadap perlakuan W3, W4, dan W5 sangat kecil. Ini tampak dari hasil gabah yang hampir sama dengan perlakuan disiang dua kali (W2).<br /><br /><br />Pertumbuhan Tanaman Padi<br />Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi antara perlakuan satu dengan lainnya tidak berbeda jauh, baik pada umur 30 HST maupun 60 HST (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan herbisida persistensi rendah tidak mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif.<br /><br />Hasil Padi<br />Perlakuan W2 (disiang dua kali) menghasilkan gabah paling tinggi (6,35 t/ha) dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 2). Perlakuan W1 (tanpa disiang) menghasilkan gabah paling rendah (4,50 t/ha). Hal ini membuktikan bahwa perlakuan W1 (tanpa disiang) bukan merupakan pilihan yang tepat dalam budi daya padi. Perbedaan hasil yang tidak terlalu mencolok antara perlakuan disiang dengan herbisida (W3, W4, dan W5) dengan disiang manual dua kali (W2) menunjukkan bahwa pengendalian gulma menggunakan tiga jenis herbisida ini mampu menggantikan pengendalian gulma dengan cara disiang dua kali.<br />Herbisida kalium MCPA yang disemprotkan pada umur 10 HST sangat efektif. Hal ini diduga karena aplikasi herbisida dilakukan pada saat yang tepat, yaitu pada periode persaingan pemanfaatan unsur hara, cahaya, dan air antara tanaman padi dengan gulma. Periode persaingan ini disebut dengan periode kritis tanaman. Pada tanaman padi, periode kritis terjadi pada umur 30-45 HST. Menurut Moody (1977), waktu persaingan gulma yang paling kritis pada tanaman terjadi pada periode 1/4 sampai 1/3 pertama dari siklus hidup tanaman. Gulma yang tumbuh setelah periode ini tidak akan menyebabkan kehilangan hasil yang nyata pada tanaman pokok.<br />Lamanya aktivitas biologi herbisida dalam tanah berlangsung sekitar satu bulan. Dengan persistensi yang rendah, herbisida yang terserap oleh tanaman padi diharapkan akan rendah pula atau dapat diminimalkan, sehingga kandungan herbisida dalam gabah tidak membahayakan kesehatan manusia. Oleh karena itu, penggunaan herbisida persistensi rendah merupakan alternatif yang baik dalam pengendalian gulma, tetapi perlu memperhatikan keamanan lingkungan.<br />Tabel 1. Tinggi tanaman dan jumlah anakan tiap rumpun padi varietas IR64 pada umur 30 dan 60 HST pada berbagai perlakuan pengendalian gulma, Kecamatan Gabus, Pati MK 2001<br />Perlakuan Tinggi tanaman (cm) Jumlah anakan tiap rumpun<br /> 30 HST 60 HST 30 HST 60 HST<br />W1 (tanpa disiangi) 87,08 60,54 15 14<br />W2 (disiangi dua kali) 82,38 56,67 15 15<br />W3 (clomazon 2 1/ha pada 3 HST) 86,58 59,58 16 17<br />W4 (MCPA 1,5 1 /ha pada 10 HST) 86,17 58,63 16 15<br />W5 (2,4 D 1 1/ha pada 14 HST) 81,79 57,25 16 15<br />HST = hari setelah tanam<br />Tabel 2. Komponen hasil dan hasil padi varietas IR64 pada berbagai perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida, Kecamatan Gabus, Pati, MK 2001<br />Perlakuan Gabah isi (%) Bobot gabah 1000 butir KA 14 % (g) Hasil (t/ha)<br />W1 (tanpa disiangi) 78,7 23,4 4,50<br />W2 (disiangi dua kali) 72,7 23,3 6,35<br />W3 (clomazon 2 1/ha pada 3 HST) 76,4 24,2 5,30<br />W4 (MCPA 1,5 1 /ha pada 10 HST) 75,4 24,5 5,64<br />W5 (2,4 D 1 1/ha pada 14 HST) 69,4 24,5 4,84<br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN<br /><br /><br />Dari 23 jenis gulma yang tumbuh di pertanaman padi, terdapat tiga jenis gulma yang dominan pada umur 30 HST yaitu M. crenata, P. distichum, dan F. milliacea. Pada 60 HST, jenis gulma yang dominan adalah E. crusgali, E. glabrescens, dan M. crenata.<br />Pengendalian gulma dengan cara disiang dua kali menghasilkan gabah kering panen tertinggi (6,35 t/ha), sedangkan hasil terendah (4,5 t/ha) diperoleh dari perlakuan tanpa penyiangan. Pengendalian gulma dengan herbisida persistensi rendah menghasilkan gabah kering bersih tidak berbeda jauh dengan perlakuan disiang dua kali. Namun pengendalian gulma dengan herbisida persistensi rendah perlu memperhatikan keamanan lingkungan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Caseley, J.C. 1994. Herbicide. p. 83-123. In R. Labrada, J.C. Caseley, and C. Parker (Eds.). Weed Management for Developing Countries. FAO Plant Production and Protection. Paper No. 120. FAO, Rome.<br /><br />Gupta, O.P. 1984. Scientific Management. Today and Tomorrows. Printers and Pub. New Delhi, India. p. 102.<br /><br />Heong, K.L. and M.M. Escalada. 1995. A comparative analysis of pest management practices of rice farmer in Asia. p. 227-245. In K.L. Heong and M.M. Escalada (Eds.). Pest Management of Rice Farmers in Asia. International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines.<br /><br />IRRI. 1992. Gogorancah: a Farmer’s Dry Seeded Rice Practice in Indonesia. Survey Report, Collaborated CRIFC-IRRI, Bogor and Los Banos.<br /><br />Jatmiko, S.Y., Harsanti S., Sarwoto, dan A.N. Ardiwinata. 2002. Apakah herbisida yang digunakan cukup aman? hlm. 337-348. Dalam J. Soejitno, I.J. Sasa, dan Hermanto (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.<br /><br />Moody, K. 1977. Weed Control in Multiple Cropping. Multiple Cropping Source Book. National Food and Agriculture Council, Department of Agriculture, University of Phlippines, Los Banos, Philippines. p. 69-76.<br /><br />Moody, K. 1994. Weed management in rice. p. 249-256. In R. Labrada, J.C. Caseley, and C. Parker (Eds.). Weed Management for Developing Countres. FAO Plant Production and Protection. Paper No. 120. FAO, Rome.<br /><br />Mulyono, S., H. Pane., S. Wahyuni, dan Noeriwan B.S. 2003. Aplikasi herbisida residu rendah dalam pengendalian gulma padi walik jerami pada penyiapan lahan yang berbeda. hlm. 317-327. Dalam S. Agus, S.Y. Jatmiko, dan I.J. Sasa (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Kualitas Lingkungan dan Produk Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.<br /><br />Noor, E.S. dan H. Pane. 2002. Pengelolaan gulma pada sistem usaha tani berbasis padi di lahan sawah tadah hujan. hlm. 321-335. Dalam J. Soejitno, I.J. Sasa, dan Hermanto (Ed.). Prosiding Seminar Nasional Membangun Sistem Produksi Tanaman Pangan Berwawasan Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.<br />Pane, H., P. Bangun, dan S.Y. Jatmiko. 1999. Pengelolaan gulma pada pertanaman padi gogorancah dan walik jerami di lahan sawah tadah hujan. hlm. 321-334. Dalam S. Partohardjono, J. Soejitno, dan Hermanto (Ed.). Risalah Seminar Hasil Penelitian Emisi Gas Rumah Kaca dan Peningkatan Produktivitas Padi di Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.Ahmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-59133174772647574292010-05-26T10:24:00.000-07:002010-05-26T10:26:42.157-07:00LAPORAN PRAKTIKUM BUDIDAYA TANAMAN HORTI "Pengaruh Pemberian Pupuk Kompos dan NPK Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman TomatPENDAHULUAN<br /><br />Latar Belakang<br />Tomat, adalah tanaman yang paling mudah dijumpai. Warnanya yang cerah sungguh menarik. Selain kaya vitamin C dan A, tomat konon dapat mengobati bermacam penyakit.<br />Kalau dirunut sejarahnya, tomat atau Lyopercisum esculentum pada mulanya ditemukan di sekitar Peru, Ekuador dan Bolivia. Di Prancis, tomat dinamakan ‘apel cinta’ atau pomme d’amour. Dikatakan sebagai apel cinta, karena tomat diyakini mampu memulihkan lemah syahwat dan meningkatkan jumlah sperma serta menambah kegesitan gerakannya.<br />Tomat juga banyak digunakan untuk masakan, seperti sup, jus, pasta, dan lainnya. Rasanya yang sedikit asam bahkan membuat selera makan meningkat. Lebih jauh menurut penelitian DR. John Cook Bennet dari Wiloughby University, Ohio, sebagai orang pertama yang meneliti manfaat tomat, pada November 1834, menunjukkan bahwa tomat dapat mengobati diare, serangan empedu, gangguan pencernaan dan memulihkan fungsi lever. Peneliti lain dari Rowett Research Institute di Aberdeen, Skotlandia, juga berhasil menemukan manfaat tomat lainnya. Menurutnya, gel berwarna kuning yang menyelubungi biji tomat dapat mencegah penggumpalan dan pembekuan darah yang dapat menyebabkan penyakit jantung dan stroke (Iwanudin, 2009).<br />Hampir semua orang mengenal tomat (Licopersicum esculentum). Buah yang tanpa kenal musim ini ternyata mengandung beragam nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Beragam penelitian menunjukan, tomat bermanfaat untuk kesehatan jantung serta penangkal radikal bebas.<br />Banyak varietas buah tomat, seperti tomat buah yang berukuran besar, tomat sayur dengan ukuran lebih kecil dan tomat ceri yang hanya sebesar kelereng. Apapun jenisnya, tomat mengandung unsur gizi yang hampir sama, yakni kaya akan vitamin A, vitamin C, mineral, serat dan zat fitonutrien (Sutomo, 2008).<br />Manfaat tomat sangat banyak, diantaranya adalah sebagai berikut :<br />• Membantu menurunkan resiko gangguan jantung.<br />• Menghilangkan kelelahan dan menambah nafsu makan.<br />• Menghambat pertumbuhan sel kanker pada prostat, leher rahim, payudara dan endometrium.<br />• Memperlambat penurunan fungsi mata karena pengaruh usia (age-related macular degeneration).<br />• Mengurangi resiko radang usus buntu. <br />• Membantu menjaga kesehatan organ hati, ginjal, dan mencegah kesulitan buang air besar.<br />• Menghilangkan jerawat.<br />• Mengobati diare.<br />• Meningkatkan jumlah sperma pada pria.<br />• Memulihkan fungsi lever.<br />• Mengatasi kegemukan (Iwanudin, 2009).<br />Pemberian kompos pada tanaman sangat penting untuk menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Tanaman memerlukan banyak sekali hara tanaman. Pemberian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N dan dapat menjadi polusi lingkungan.<br />Pada tanaman cabe merah dan tomat, pupuk N sangat diperlukan dalam jumlah yang besar (sekitar 150 kg/ha) untuk mendapatkan hasil yang tinggi. Sumarni melaporkan bahwa 20-30 ton/ha pupuk kandang diperlukan untuk mendapatkan hasil sayuran yang tinggi.<br />Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Sumarna pada 3 macam jenis tanah menunjukkan bahwa tanah Aluvial memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis tanah lainnya (Andosol dan Latosol). Pemberian pupuk kandang 60 t/ha (60 g kompos pada 2 kg tanah/pot) menaikkan hasil secara nyata, tetapi penambahan kompos dari 60 menjadi 90 t/ha tidak menaikkan hasil. <br />Menurut Alvarez, kompos berpengaruh secara langsung dengan melepas hara yang dikandungnya dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi kapasitas tukar kation yang mempengaruhi serapan hara.<br />Kompos di dalam tanah dapat berpengaruh positif yaitu merangsang pertumbuhan atau negatif yaitu menghambat pertumbuhan tanaman. Hasil penelitian yang menggunakan kompos yang berasal dari limbah peternakan ayam, sapi dan domba diketahui dapat menaikkan pertumbuhan tanaman sedangkan kompos dari peternakan babi menghambat pertumbuhan tanaman.<br />Hasil penelitian mineralisasi dari dua kompos (dari pemotongan sapi dan kotoran ayam) menunjukkan bahwa serapan N dari kedua kompos tersebut masih naik pada 31 minggu setelah tanam, sedangkan serapan N dari urea sudah berhenti pada 16 minggu setelah tanam. Dengan masih berlangsungnya mineralisasi N sampai 31 minggu setelah tanam maka kemungkinan kompos tersebut dapat digunakan untuk menanam tanaman sayuran selama 2 musim.<br />Selain itu, kinerja dari pupuk kompos juga dapat dibantu dengan menggunakan pupuk majemuk N, P, dan K. Dalam aplikasi pemberian pupuk kompos dan pupuk majemuk, hal yang perlu diperhatikan adalah kandungan dan komposisi dari kedua pupuk tersebut. Karena apabila dalam aplikasi pemupukan, terjadi kesalahan dalam aplikasi, ataupun kesalahan dalam pemberian dosis pupuk antara kompos dan pupuk majemuk, maka dapat mengakibatkan ketidakseimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Dan apabila hal tersebut terjadi, maka pemupukan tidak akan mendatangkan manfaat, melainkan dapat menimbulkan sisi negatif bagi tanaman ataupun pertumbuhan tanaman akan terganggu (Rostika, dkk, 2005).<br />Karena pentingnya kombinasi pemupukan antara pupuk kompos dan majemuk (NPK), maka penelitian ini dilaksanakan, yaitu dengan mengkombinasikan dosis pupuk kompos dan pupuk NPK terhadap tanaman tomat. Dan diharapkan mendapatkan dosis yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.<br /><br />Tujuan Percobaan<br /> Untuk mengetahui dosis Pupuk Kompos dan Pupuk NPK pada tanaman tomat, agar mencapai produksi maksimum.<br />Hipotesa<br />1. Ada respon pertumbuhan dan produksi tanaman tomat akibat perlakuan pupuk kompos.<br />2. Ada respon pertumbuhan dan produksi tanaman tomat akibat perlakuan pupuk NPK.<br />3. Ada interaksi antara pemberian pupuk kompos dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.<br /><br />Kegunaan Percobaan<br />1. Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Test pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.<br />2. Sebagai bahan informasi bagi yang pihak yang membutuhkan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />Botani Tanaman Tomat<br /> Klasifikasi tanaman tomat :<br />Divisi : Spermatophyta<br />Sub Divisi : Angiospermae<br />Kelas : Dicotyledonae<br />Ordo : Solanales<br />Famili : Solanaceae<br />Genus : Solanum<br />Species : Solanum lycopersicum <br />Sinonim dari Solanum lycopersicum adalah Lycopersicon lycopersicum dan Lycopersicon esculentum (Anonim, 2010).<br /><br />Morfologi Tanaman Tomat<br /> Tanaman tomat terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan biji. Tinggi tanaman tomat mencapai 2-3 meter. Sewaktu masih muda batangnya berbentuk bulat dan teksturnya lunak, tetapi setelah tua batangnya berubah menjadi bersudut dan bertekstur keras berkayu. Ciri khas batang tomat adalah tumbuhnya bulu-bulu halus diseluruh permukaannya. Akar tanaman tomat berbentuk serabut yang menyebar ke segala arah. Kemampuannya menembus lapisan tanah terbatas, yakni pada kedalaman 30-70 cm.<br /> Daunnya yang berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20-30 cm dan lebar 15-20 cm. Daun tomat ini tumbuh di dekat ujung dahan atau cabang. Sementara itu, tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar 7-10 cm dan ketebalan 0,3-0,5 cm.<br /> Bunga tanaman tomat berwarna kuning dan tersusun dalam dompolan dengan jumlah 5-10 bunga per dompolan atau tergantung dari varietasnya. Kuntum bunganya terdiri dari lima helai daun kelopak dan lima helai mahkota. Pada serbuk sari terdapat kantong yang letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi penyerbukan silang.<br /> Buah tomat berbentuk bulat, bulat lonjong, bulat pipih, atau oval. Buah yang masih muda berwarna hijau muda sampai hijau tua. Sementara itu, buah yang sudah tua berwarna merah cerah atau gelap, merah kekuning-kuningan, atau merah kehitaman. Selain warna-warna di atas ada juga buah tomat yang berwarna kuning.<br /> Biji tomat berbentuk pipih, berbulu, dan diselimuti daging buah. Warna bijinya ada yang putih, putih kekuningan, ada juga yang kecokelatan. Biji inilah yang umumnya dipergunakan untuk perbanyakan tanaman (Bernardinus dan Wiryanta, 2002).<br /><br />Syarat Tumbuh Tanaman Tomat<br />Curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah 750 mm-1.250 mm/tahun. Keadaan ini berhubungan erat dengan ketersediaan air tanah bagi tanaman, terutama di daerah yang tidak terdapat irigasi teknis. Curah hujan yang tinggi (banyak hujan) juga dapat menghambat persarian.<br />Kekurangan sinar matahari menyebabkan tanaman tomat mudah terserang penyakit, baik parasit maupun non parasit. Sinar matahari berintensitas tinggi akan menghasilkan vitamin C dan karoten (provitamin A) yang lebih tinggi. Penyerapan unsur hara yang maksimal oleh tanaman tomat akan dicapai apabila pencahayaan selama 12-14 jam/hari, sedangkan intensitas cahaya yang dikehendaki adalah 0,25 mj/m2 per jam. Gambar di atas adalah dua orang treainee asal Indonesia yang sedang magang di pertanian tomat di Prefektur Gunma, Jepang.<br />Suhu udara rata-rata harian yang optimal untuk pertumbuhan tanaman tomat adalah suhu siang hari 18-29 derajat C dan pada malam hari 10-20 derajat C. Untuk negara yang mempunyai empat musim digunakan heater (pemanas) untuk mengatur udara ketika musim dingin (Gambar samping), udara panas dari heater disalurkan ke dalam green house melalui saluran fleksibel warna putih.<br />Kelembaban relatif yang tinggi sekitar 25% akan merangsang pertumbuhan untuk tanaman tomat yang masih muda karena asimilasi CO2 menjadi lebih baik melalui stomata yang membuka lebih banyak. Tetapi, kelembaban relatif yang tinggi juga merangsang mikro organisme pengganggu tanaman.<br />Tanaman tomat dapat ditanam di segala jenis tanah, mulai tanah pasir sampai tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik serta unsur hara dan mudah merembeskan air. Selain itu akar tanaman tomat rentan terhadap kekurangan oksigen, oleh karena itu air tidak boleh tergenang.<br />Tanah dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5,5-7,0 sangat cocok untuk budidaya tomat.<br />Dalam pembudidayaan tanaman tomat, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul.<br />Tanaman tomat dapat tumbuh di berbagai ketinggian tempat, baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, tergantung varietasnya. Tanaman tomat yang sesuai untuk ditanam di dataran tinggi misalnya varietas berlian, varietas mutiara, varietas kada. Sedangkan varietas yang sesuai ditanam di dataran rendah misalnya varietas intan, varietas ratna, varietas berlian, varietas LV, varietas CLN. Selain itu, ada varietas tanaman tomat yang cocok ditanam di dataran rendah maupun di dataran tinggi antara lain varietas tomat GH 2, varietas tomat GH 4, varietas berlian, varietas mutiara (Pudjiatmoko, 2008).<br /><br />Mekanisme Masuknya Unsur Hara<br /> Unsur hara masuk ke dalam tanaman melalui dua cara, yaitu melalui akar dan daun. Akar mengambil unsur hara dari dalam tanah, tetapi daun mengambil unsur hara dari udara bebas (Yusup, 2010).<br />Mekanisme Penyerapan Unsur Hara Melalui Akar<br /> Unsur hara yang akan di serap oleh akar tanaman dapat ditentukan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi ketersediaan unsur hara didaerah permukaan akar. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya unsur hara didalam tanah yaitu suplai padat, air dan pH tanah (Agustina, 1990).<br /> Sebelum tanaman dapat mengabsorbsi unsur hara, maka unsur hara tersebut harus terdapat pada permukaan akar. Bergeraknya unsur hara kepermukaan terjadi melalui beberapa cara yaitu aliran massa (masa flow), difusi dan intersepsi (Dartius, 2006).<br />Mekanisme Penyerapan Unsur Hara Melalui Daun<br /> Unsur hara yang diserap oleh daun pada umumnya berupa zat perangsang tumbuh yang diberikan melalui penyemprotan keseluruh bagian tubuh tanaman. Pemberian zat perangsang tumbuh akan melalui floem dan dikirim kemeristem melalui pembuluh xylem (Dwidjsepuetro, 1983). <br /> Pada siang hari yang terlalu terik atau angin terlalu kencang, maka penguapaan akan banyak sekali dan air akan berkurang, sehingga tekanan turgor berkurang secara otomatis dan stomata akan tertutup. Bila tanaman disemprot dengan air maka stomata membuka dan menyerap cairan yang hilang akibat penguapan. Seandainya yang disemprot larutan pupuk yang mengandung jenis hara, maka tanaman bukan hanya menyerap air tetapi sekaligus menyerap zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tanaman bagi pertumbuhannya (Lingga,1995).<br /><br />Manfaat Pupuk Kompos<br />Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.<br />Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.<br />Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:<br />Aspek Ekonomi :<br />1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah<br />2. Mengurangi volume/ukuran limbah<br />3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya<br />Aspek Lingkungan :<br />1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah<br />2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan<br />Aspek bagi tanah/tanaman:<br />1. Meningkatkan kesuburan tanah<br />2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah<br />3. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah<br />4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah<br />5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)<br />6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman<br />7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman<br />8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah (Anonim, 2010).<br /><br />Manfaat Pupuk NPK<br /> Manfaat pupuk NPK bagi tanaman sangat banyak, diantaranya adalah sebagai berikut:<br />1. Higroskopis<br />2. Mudah larut dalam air<br />3. Larut dalam air sehingga mudah diserap tanaman<br />4. Sesuai untuk berbagai jenis tanaman<br />5. Meningkatkan produksi dan kualitas panen<br />6. Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan<br />Menjadikan tanaman lebih hijau dan segar karena banyak mengandung butir hijau daun<br />7. Memacu pertumbuhan akar dan sistem perakaran yang baik<br />8. Memacu pembentukan bunga, mempercepat panen dan menambah kandungan protein<br />9. Menjadikan batang lebih tegak, kuat dan dapat mengurangi risiko rebah<br />10. Memperbesar ukuran buah, umbi dan biji-bijian<br />11. Meningkatkan ketahanan hasil selama pengangkutan dan penyim-panan.<br />12. Memperlancar proses pembentukan gula dan pati (anonim, 2002).<br /><br />Pemangkasan<br /> Pemangkasan bertujuan mengurangi jumlah tunas dan pucuk batang, sehingga perkembangan buahnya maksimal. Buah yang dihasilkan tanaman tomat yang terlalu rimbun umumnya kecil dan proses pematangannya lama karena banyak hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan daun. Pemangkasan juga berguna untuk mengurangi gangguan hama dan penyakit.<br /> Pemangkasan yang biasa dilakukan ada tiga macam, yaitu sebagai berikut :<br />1. Pemangkasan tunas muda<br />Tanaman tomat banyak ditumbuhi oleh tunas sehingga mengganggu kelangsungan hidup tanaman itu sendiri. Oleh karena itu, kelebihan tunas perlu dikurangi. Tunas yang muncul di antara batang tanaman dipotong sehingga yang tertinggal hanya batang daun utama saja. Cara memangkasnya cukup dengan menggunakan tangan karena batang tomat termasuk lunak. Tangan harus bersih untuk mencegah penularan hama atau penyakit, terutama virus. Selain itu, adanya luka baru akan memudahkan hama atau penyakit tersebut itu masuk ke tanaman.<br />2. Pemangkasan batang<br />Jika di atas tandan buah yang kelima tumbuh dua helai daun maka saatnya batang tersebut dipangkas ujungnya. Tujuan pemangkasan ini adalah untuk mempercepas proses pemasakan buah. Namun, jika ada tunas yang tumbuh kuat pada batang di sekitar tandan buah yang kelima, batang tidak perlu dipangkas.<br />Pertumbuhan tomat yang subur biasanya mempunyai 2-3 tunas cabang pada setiap batangnya. Tunas cabang ini akan berkembang menjadi batang utama baru. Dengan demikian, cabang utama yang berlebih ini harus dikurangi. Bila dalam memangkas takut meninggalkan luka yang terlalu banyak, dapat menggunakan pisau yang tajam.<br /><br />3. Pemangkasan bunga dan buah<br />Selain pemangkasan di atas, penjarangan bunga atau bakal buah juga baik dilakukan. Jumlah bakal buah yang ideal sekitar 6-8 buah saja. Pengurangan kuantitas tersebut akan mendatangkan keunggulan kualiatas. Pemangkasan tidak perlu dilakukan kalau yang diinginkan adalah buah tomat dengan ukuran yang beraneka ragam (Bernardinus dan Wiryanta, 2002).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAHAN DAN METODE PERCOBAAN<br /><br />Tempat dan Waktu <br />Penelitian ini dilakukan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Jl. Tuar, Kecamatan Medan Amplas. Berlangsung mulai tanggal 06 Maret 2010 sampai dengan 08 Mei 2010.<br /><br />Bahan dan Alat <br /> Bahan yang digunakan adalah benih tanaman tomat, pupuk kompos, pupuk NPK, polibag dan air.<br /> Alat yang digunakan adalah cangkul, polibek, alat tulis, meteran/ penggaris, gembor.<br /><br />Metode Percobaan<br /> Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (Randomized Blok Design) dengan dua faktor yang terdiri dari tiga dan empat taraf perlakuan yaitu :<br />1. Faktor Pupuk Kompos (K), terdiri dari empat taraf :<br /> K0 : Tanpa pupuk kompos<br />K1 : 250 gr pupuk kompos<br /> K2 : 500 gr pupuk kompos<br /> K3 : 750 gr pupuk kompos<br /><br /><br />2. Faktor Pupuk NPK (N), terdiri dari tiga taraf :<br /> N1 : 25 gr pupuk NPK<br /> N2 : 50 gr pupuk NPK<br /> N3 : 75 gr pupuk NPK<br />Jumlah kombinasi perlakuan 12 kombinasi yaitu :<br /> K0N1 K1N1 K2N1 K3N1<br /> K0N2 K1N2 K2N2 K3N2<br /> K0N3 K1N3 K2N3 K3N3<br />Jumlah ulangan : 3 ulangan<br />Jumlah plot percobaan : 36 plot<br />Jumlah tanaman per plot : 3 tanaman<br />Jumlah tanaman sampel per plot : 2 tanaman<br />Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 72 tanaman<br />Jumlah tanaman seluruhnya : 108 tanaman<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PELAKSANAAN PERCOBAAN<br /><br />Pengolahan Lahan<br /> Percobaan dilakukan dirumah kasa. Terlebih dahulu dibersihkan rumah kasa dari gulma-gulma yang ada. Kemudian ambil polibag ukuran 5 kg, dan diisi dengan tanah sebanyak 108 polibag atau lebih. Lalu polibag tersebut disusun di rumah kasa dengan bentuk 3 ulangan, dan masing-masing ulangan terdapat 12 plot, dan masing-masing plot terdapat 3 polibag.<br /><br />Persemaian<br /> Penyemaian dilakukan dipolibag kecil, yaitu dengan cara menam benih tomat kedalam polibag kecil yang sudah diisi dengan tanah sebanyak satu benih tiap polibag.<br /><br />Pemberian Pupuk<br /> Pupuk pada polibag yang tersedia. Pemberian pupuk dilakukan menurut kombinasi percobaan yang ada, yaitu 12 kombinasi yang tiap-tiap plot berbeda kombinasinya.<br /><br />Penanaman<br /> Penanaman dilakukan dengan cara mengambil bibit tomat dari lahan penyemaian. Kemudian bibit tersebut ditanam ke polibag yang sudah tersedia. Diusahakan bibit tomat berdiri tegak, dan waktu penanaman bibit tomat tidak terkena banyak getaran.<br /><br />Pemeliharaan<br />Penyiraman<br /> Penyiraman dilakukan 2 kali sehari, yaitu pada pagi atau sore hari. Jika hujan turun, maka penyiraman tidak dilakukan.<br />Penyiangan<br /> Penyiangan dilakukan ketiga ada gulma tumbuh di dalam polibag ataupun di dalam rumah kasa. Penyiangan dilakukan dengan sistim manual, yaitu dengan mencabut gulma yang ada.<br />Pengendalian Hama dan Penyakit<br /> Pengendalian hama dan penyakit dilakukan ketika tanaman menunjukkan ciri-ciri terkena serangan hama dan penyakit, yaitu dengan cara menyemprotkan insektisida ataupun fungisida pada tanaman tersebut.<br />Panen<br /> Panen dilakukan buah tomat telah memasuki fase masak fisiologis.<br /><br />Parameter Pengamatan<br />Tinggi tanaman (cm)<br /> Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah (patok standar) sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan sejak umur satu minggu setelah tanam sampai umur tiga minggu setelah tanam dengan interval satu minggu.<br /><br /><br /><br />Jumlah daun (helai)<br /> Jumlah daun diukur dengan cara menghitung jumlah keseluruhan daun dari tanaman yang telah sempurna. Penghitungan dilakukan sejak umur satu minggu setelah tanam sampai umur tiga minggu setelah tanam dengan interval satu minggu.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL PERCOBAAN<br /><br />Tinggi Tanaman<br /> Dari hasil pengukuran tinggi tanaman dari umur 1 minggu sampai dengan umur 3 minggu setelah tanam yang telah dianalisis secara statistik dapat dilihat pada lampiran 3 sampai 5 pada halaman 30 sampai dengan 32.<br /> Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk NPK menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman tomat umur 3 minggu setelah tanam.<br />Tabel 1. Rataan Tinggi Tanaman Tomat (cm) Terhadap Perlakuan Pemberian Pupuk Kompos dan NPK pada Umur 3 MST.<br />Perlakuan N1 N2 N3 Total Rataan<br />K0 42 47.5 51 140.5 46.833<br />K1 59 51.5 35 145.5 48.5<br />K2 63 49 32.5 144.5 48.167<br />K3 78.5 38.5 37.5 154.5 51.5<br />Total 242.5 186.5 156 585 <br />Rataan 60.625 46.625 39 <br /><br />Hubungan antara tinggi tanaman tomat umur 3 MST terhadap perlakuan pemberian pupuk kompos dapat dilihat pada gambar 1.<br /> <br />Gambar 1. Histogram Tinggi Tanaman Tomat Umur 3 MST Terhadap Perlakuan Pemberian Pupuk Kompos<br /> Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian pupuk kompos terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa untuk tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian 750 gr pupuk kompos (K3) yaitu dengan rataan 51,50 cm, dan yang terendah pada perlakuan tanpa pemupukan (K0) yaitu dengan rataan 46,833 cm.<br /> Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap tinggi tanaman tomat umur 3 MST dapat dilihat pada gambar 2.<br /> <br />Gambar 2. Histogram Tinggi Tanaman Tomat Umur 3 MST Terhadap Perlakuan Pemberian Pupuk NPK<br /><br />Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa untuk tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian 25 gr pupuk NPK (N1) yaitu dengan rataan 60,625 cm, dan yang terendah pada perlakuan pemberian 75 gr NPK (N3) yaitu dengan rataan 39 cm.<br /><br /><br /><br /><br />Jumlah Daun<br />Dari hasil pengukuran jumlah daun dari umur 1 minggu sampai dengan umur 3 minggu setelah tanam yang telah dianalisis secara statistik dapat dilihat pada lampiran 6 sampai 8 pada halaman 33 sampai dengan 35.<br /> Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk NPK menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman tomat umur 3 minggu setelah tanam.<br />Tabel 2. Rataan Jumlah Daun Tanaman Tomat (helai) Terhadap Perlakuan Pemberian Pupuk Kompos dan NPK pada Umur 3 MST.<br />Perlakuan N1 N2 N3 Total Rataan<br />K0 22 24 22 68 22.667<br />K1 24.5 21 19.5 65 21.667<br />K2 23 22 17 62 20.667<br />K3 25 18.5 20 63.5 21.167<br />Total 94.5 85.5 78.5 258.5 <br />Rataan 23.625 21.375 19.625 <br /><br />Hubungan antara jumlah daun tanaman tomat umur 3 MST terhadap perlakuan pemberian pupuk kompos dapat dilihat pada gambar 3.<br /> <br />Gambar 3. Histogram Jumlah Daun Tanaman Tomat Umur 3 MST Terhadap Perlakuan Pemberian Pupuk Kompos<br /> Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian pupuk kompos terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa untuk jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan tanpa pupuk kompos (K0) yaitu dengan rataan 22,677 helai, dan yang terendah pada perlakuan pemberian 500 gr kompos yaitu dengan rataan 20,667 helai.<br />Pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap jumlah daun tanaman tomat umur 3 MST dapat dilihat pada gambar 4.<br /> <br />Gambar 4. Histogram Jumlah Daun Tanaman Tomat Umur 3 MST Terhadap Perlakuan Pemberian Pupuk NPK<br /><br />Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa pengaruh perlakuan pemberian pupuk NPK terhadap jumlah daun tanaman menunjukkan bahwa untuk jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan pemberian 25 gr pupuk NPK (N1) yaitu dengan rataan 23,625 helai, dan yang terendah pada perlakuan pemberian 75 gr NPK (N3) yaitu dengan rataan 19,625 helai.<br /><br /><br /><br />PEMBAHASAN<br /><br />Tinggi Tanaman<br /> Perlakuan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tomat, sedangkan perlakuan pemberian pupuk kompos tidak nyata terhadap tinggi tanaman tomat. Pengaruh kedua perlakuan tersebut menunjukkan tidak ada interaksi keduanya terhadap tinggi tanaman tomat.<br /> Perlakuan pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tomat diduga karena pupuk NPK adalah pupuk sintetis yang mudah larut dalam tanah, sehingga perakaran tanaman tomat dapat langsung menyerap dan mengabsorbsi zat hara yang telah terurai dari pupuk NPK untuk keperluan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hal tersebut mengakibatkan adanya pengaruh pemberian pupuk NPK pada tanaman tomat umur 3 MST.<br /> Sedangkan pada perlakuan pupuk kompos tidak memberiakan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman tomat diduga karena sifat dari pupuk kompos itu sendiri. Pada pupuk kompos, proses dekomposisi pupuk menjadi zat yang dibutuhkan tanaman tergolong lambat, sehingga tanaman tomat dalam penyerapan unsur hara juga menjadi lambat. Hal tersebut berakibat lambatnya pertumbuhan tanaman, sehingga perlakuan pemberian pupuk kompos memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap tinggi tanaman tomat.<br /><br />Jumlah Daun<br /> Perlakuan pemberian pupuk NPK memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman tomat pada umur 3 minggu setelah tanam. Sedangkan pada perlakuan pemberian pupuk kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman tomat pada umur 3 minggu setelah tanam. Begitu pula halnya dengan interaksi antara pupuk kompos dan pupuk NPK tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman tomat.<br /> Perlakuan pemberian pupuk NPK memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman tomat pada umur 3 minggu setelah tanam diduga karena sifat fisik dari pupuk NPK tersebut. Pupuk NPK mempunyai sifat yang mudah larut dalam air, sehingga pada ketika aplikasi pemupukan pada tanaman, zat-zat yang terkandung pada pupuk NPK dengan cepat terurai menjadi zat-zat yang dibutuhkan tanaman ataupun yang lebih dikenal dengan unsur hara. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap tanaman itu sendiri, yaitu perakaran tanaman dapat langsung menyerap dan mengabsorbsi unsur hara yang telah terurai dari pupuk NPK tersebut, untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi tanaman tomat.<br /> Sedangkan pada perlakuan pemberian pupuk kompos tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman tomat pada umur 3 minggu setelah tanam. Hal tersebut diduga karena sifat dari pupuk kompos itu sendiri. Pada pupuk kompos, proses dekomposisi pupuk menjadi zat yang dibutuhkan tanaman tergolong lambat, sehingga tanaman tomat dalam penyerapan unsur hara juga menjadi lambat. Hal tersebut berakibat lambatnya pertumbuhan tanaman, sehingga perlakuan pemberian pupuk kompos memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman tomat.<br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Kesimpulan<br />1. Perlakuan pemberian pupuk kompos menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter pengamatan jumlah daun.<br />2. Perlakuan pemberian pupuk NPK memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter pengamatan tinggi tanaman.<br />3. Interaksi antara perlakuan pemberian pupuk kompos dan NPK menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman tomat.<br /><br />Saran<br />1. Sebaiknya dalam penanaman tomat menggunakan pupuk kompos sebanyak 750 gr/polibag (K3) dan pupuk NPK 25 gr/polibag (N1), karena pada perlakuan tersebut diperoleh tinggi tanaman dan jumlah daun yang tertinggi.<br />2. Sebaiknya dalam aplikasi pupuk kompos agar sebelum pertanaman, karena proses dekomposisi pupuk kompos menjadi unsur hara tergolong lama dibandingkan pupuk sintesis.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Agustina, L. 1990. Nutrisi Tanaman. Rineka cipta. Jakarta.<br />Anonim. 2002. Sifat, Manfaat dan Keunggulan Pupuk NPK. http://www.petrokimia-gresik.com/phonska.asp<br /><br />Anonim. 2010. Kompos. http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos<br /><br />Anonim. 2010. Tomat. http://id.wikipedia.org/wiki/Tomat<br /><br />Bernardinus, T., dan Wiryanta, W. 2002. Bertanam Tomat. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.<br /><br />Dartius, 2006. Fisiologi Tumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Medan.<br /><br />Dwidjoseputro, D, 1983. Pengantar fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.<br /><br />Iwanudin. 2009. Khasiat dan Manfaat Tomat. http://blog.iwanudin.com/khasiat-dan-manfaat-tomat/<br /><br />Lingga, P. 1995. Pengantar Pengunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.<br /><br />Rostika, I., Adil W.H., dan Sunarlim, N. 2005. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk Kompos dan Nitrogen Terhadap Tanaman Sayuran. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian. Bogor.<br /><br />Sutomo, B. 2008. Menguak Manfaat Tomat Sumber Antioksidan Alami. http://budiboga.blogspot.com/2008/02/menguak-manfaat-tomat.html<br /><br />Pudjiatmoko. 2008. Budi Daya Tomat. http://atanitokyo.blogspot.com/2008/12/budi-daya-tomat-lycopersicon-esculentum.html<br /><br />Yusup, T. 2010. Pemupukan dan Penyemprotan. http://tohariyusuf.wordpress.com/2010/01/15/pemupukan-dan-penyemprotan/<br /><br /> <br /><br /><br /><br />Lampiran 1. Lay Out Percobaan<br /><br /><br /> I III II<br /> <br /><br /><br /><br /><br /><br /> U<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 2. Bagan Sampel Percobaan<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> U<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Keterangan :<br /><br /><br /> = Tanaman Sampel<br /><br /><br /><br /> = Bukan Tanaman Sampel<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 3. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Tanaman Tomat Umur 1 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rata-rata<br /> I II III <br />K0N1 7.25 9.5 8 24.75 8.25<br />K0N2 7.25 7 12 26.25 8.75<br />K0N3 6.25 9 12 27.25 9.0833333<br />K1N1 7.5 8 10.5 26 8.6666667<br />K1N2 6.75 9.5 9.5 25.75 8.5833333<br />K1N3 8.5 7.5 7.5 23.5 7.8333333<br />K2N1 8 9 10.5 27.5 9.1666667<br />K2N2 10.25 10.5 7.5 28.25 9.4166667<br />K2N3 7.75 7 7.5 22.25 7.4166667<br />K3N1 10 7.5 9.5 27 9<br />K3N2 8.25 8 7.5 23.75 7.9166667<br />K3N3 8.75 7.5 5.5 21.75 7.25<br />Total 96.5 100 107.5 304 8.4444444<br /><br /><br />SK db JK KT F.Hitung F.Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 5.26389 2.63194 0.98442tn 3.44 5.72<br />Perlakuan 11 16.5556 1.50505 0.56293tn 2.26 3.18<br />Kompos 3 2.43056 0.81019 0.30303tn 3.05 4.82<br />NPK 2 5.48264 2.74132 1.02532tn 3.44 5.72<br />Interaksi 6 8.64236 1.44039 0.53874tn 2.55 3.76<br />Galat 22 58.8194 2.67361 <br />Total 35 80.6389 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 19.3632 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br />Lampiran 4. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Tanaman Tomat Umur 2 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rata-rata<br /> I II III <br />K0N1 8 12.5 10 30.5 10.166667<br />K0N2 11.75 7 17 35.75 11.916667<br />K0N3 8 12 15 35 11.666667<br />K1N1 10.25 11.5 16.5 38.25 12.75<br />K1N2 4.5 17.5 10.5 32.5 10.833333<br />K1N3 7.95 7.5 8.5 23.95 7.9833333<br />K2N1 8.1 11 11.5 30.6 10.2<br />K2N2 13 17.5 8.6 39.1 13.033333<br />K2N3 6.35 7 8.5 21.85 7.2833333<br />K3N1 16.35 17 17 50.35 16.783333<br />K3N2 8.9 6.5 12.5 27.9 9.3<br />K3N3 9.5 5.5 7.5 22.5 7.5<br />Total 112.65 132.5 143.1 388.25 10.784722<br /><br /><br />SK db JK KT F.Hitung F.Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 39.8218 19.9109 1.92633tn 3.44 5.72<br />Perlakuan 11 242.366 22.0333 2.13166tn 2.26 3.18<br />Kompos 3 7.45576 2.48525 0.24044tn 3.05 4.82<br />NPK 2 93.9601 46.9801 4.54519* 3.44 5.72<br />Interaksi 6 140.95 23.4916 2.27275tn 2.55 3.76<br />Galat 22 227.397 10.3362 <br />Total 35 509.584 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 29.8107 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br />Lampiran 5. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Tanaman Tomat Umur 3 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rata-rata<br /> I II III <br />K0N1 12 17 13 42 14<br />K0N2 14.5 9 24 47.5 15.833333<br />K0N3 13 21 17 51 17<br />K1N1 18 13.5 27.5 59 19.666667<br />K1N2 11.5 25.5 14.5 51.5 17.166667<br />K1N3 13 13.5 8.5 35 11.666667<br />K2N1 24 17.5 21.5 63 21<br />K2N2 17.5 17 14.5 49 16.333333<br />K2N3 12 11 9.5 32.5 10.833333<br />K3N1 39.5 15 24 78.5 26.166667<br />K3N2 13 13 12.5 38.5 12.833333<br />K3N3 17 10 10.5 37.5 12.5<br />Total 205 183 197 585 16.25<br /><br /><br />SK db JK KT F.Hitung F.Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 20.6667 10.3333 0.30965tn 3.44 5.72<br />Perlakuan 11 645.917 58.7197 1.75959tn 2.26 3.18<br />Kompos 3 11.6389 3.87963 0.11626tn 3.05 4.82<br />NPK 2 320.792 160.396 4.80641* 3.44 5.72<br />Interaksi 6 313.486 52.2477 1.56565tn 2.55 3.76<br />Galat 22 734.167 33.3712 <br />Total 35 1400.75 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 35.5494 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br />Lampiran 6. Rataan Jumlah Daun (helai) Tanaman Tomat Umur 1 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rata-rata<br /> I II III <br />K0N1 4.5 5 4 13.5 4.5<br />K0N2 5 4 5 14 4.6666667<br />K0N3 3.5 4.5 4.5 12.5 4.1666667<br />K1N1 4 4.5 4.5 13 4.3333333<br />K1N2 4.5 5 4 13.5 4.5<br />K1N3 5 4 4 13 4.3333333<br />K2N1 5 4.5 4 13.5 4.5<br />K2N2 4.5 4.5 4 13 4.3333333<br />K2N3 5 4 4.5 13.5 4.5<br />K3N1 5 4 4 13 4.3333333<br />K3N2 4.5 4 3.5 12 4<br />K3N3 3.5 4 3.5 11 3.6666667<br />Total 54 52 49.5 155.5 4.3194444<br /><br /><br />SK db JK KT F.Hitung F.Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 0.84722 0.42361 1.93372tn 3.44 5.72<br />Perlakuan 11 2.40972 0.21907 1tn 2.26 3.18<br />Kompos 3 1.24306 0.41435 1.89145tn 3.05 4.82<br />NPK 2 0.43056 0.21528 0.98271tn 3.44 5.72<br />Interaksi 6 0.73611 0.12269 0.56004tn 2.55 3.76<br />Galat 22 4.81944 0.21907 <br />Total 35 8.07639 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 10.8358 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br />Lampiran 7. Rataan Jumlah Daun (helai) Tanaman Tomat Umur 2 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rata-rata<br /> I II III <br />K0N1 5.5 6 5.5 17 5.6666667<br />K0N2 7 4.5 7 18.5 6.1666667<br />K0N3 4 6.5 5 15.5 5.1666667<br />K1N1 5 6 6 17 5.6666667<br />K1N2 3 6.5 2.5 12 4<br />K1N3 3 4.5 4 11.5 3.8333333<br />K2N1 5.5 6.5 4 16 5.3333333<br />K2N2 6.5 5 5 16.5 5.5<br />K2N3 3.5 4 3.5 11 3.6666667<br />K3N1 7 5.5 7 19.5 6.5<br />K3N2 3.5 5 4 12.5 4.1666667<br />K3N3 3.5 4.5 3.5 11.5 3.8333333<br />Total 57 64.5 57 178.5 4.9583333<br /><br /><br />SK db JK KT F.Hitung F.Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 3.125 1.5625 1.43979tn 3.44 5.72<br />Perlakuan 11 33.1875 3.01705 2.7801* 2.26 3.18<br />Kompos 3 6.6875 2.22917 2.0541tn 3.05 4.82<br />NPK 2 16.6667 8.33333 7.67888** 3.44 5.72<br />Interaksi 6 9.83333 1.63889 1.51018tn 2.55 3.76<br />Galat 22 23.875 1.08523 <br />Total 35 60.1875 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 21.0099 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br />Lampiran 8. Rataan Jumlah Daun (helai) Tanaman Tomat Umur 3 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rata-rata<br /> I II III <br />K0N1 6.5 9.5 6 22 7.3333333<br />K0N2 7.5 8 8.5 24 8<br />K0N3 5.5 10 6.5 22 7.3333333<br />K1N1 7 9.5 8 24.5 8.1666667<br />K1N2 5.5 10 5.5 21 7<br />K1N3 6.5 8 5 19.5 6.5<br />K2N1 7 9.5 6.5 23 7.6666667<br />K2N2 7 8.5 6.5 22 7.3333333<br />K2N3 5.5 7.5 4 17 5.6666667<br />K3N1 10 9 6 25 8.3333333<br />K3N2 4.5 8.5 5.5 18.5 6.1666667<br />K3N3 6.5 8 5.5 20 6.6666667<br />Total 79 106 73.5 258.5 7.1805556<br /><br /><br />SK db JK KT F.Hitung F.Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 50.4306 25.2153 23.5362** 3.44 5.72<br />Perlakuan 11 22.0764 2.00694 1.87331tn 2.26 3.18<br />Kompos 3 2.1875 0.72917 0.68061tn 3.05 4.82<br />NPK 2 10.7222 5.36111 5.00412* 3.44 5.72<br />Interaksi 6 9.16667 1.52778 1.42605tn 2.55 3.76<br />Galat 22 23.5694 1.07134 <br />Total 35 96.0764 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 14.4147 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br />Lampiran 9. Gambar Tanaman TomatAhmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-49569295699958821272010-05-23T00:56:00.000-07:002010-05-23T01:01:53.286-07:00LAPORAN PRAKTIKUM TANAMAN PANGAN, "Respon Pertumbuhan dan Produksi Varietas Kacang Kedelai Terhadap Perlakuan Pemupukan"PENDAHULUAN<br /><br />Latar Belakang<br /> Adanya pengaruh pemupukan pada tanaman kacang kedelai menyebabakan pertumbuhan dan hasil tanaman menjadi meningkat. Meningkatnya hasil ini disebabakan oleh unsur hara yang cukup tersedia. Jika tanaman pokok tidak tidak diberi tindakan pemupukan yang tepat maka hasil produksi tanaman kedelai akan menurun dan akan sangat merugikan pembudidaya. Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik atau pupuk anorganik, tetapi hasil yang lebih cepat tampak adalah ppenggunaan pupuk anorganik (Adisarwanto dan Widianto, 1999).<br /> Tanaman kedelai merupakan jenis tanaman leguminosa yakni jenis tanaman kacang-kacangan, tanaman ini dapat melakukan fiksasi nitrogen dan fiksasi nitrogen ini oleh tanaman akan dimanfaatkannya sebagai penunjang pertumbuhan vegetatifnya. Pada perkembangan generatifnya tanaman kacang kedelai ini akan membutuhkan unsur yang lebih banyak lagi dan kedelai dapat membantu menyehatkan tanah dengan menyuplai sumber nitrogen yang cukup dan akan sangat berguna bagi tanaman yang akan berada pada lahan untuk ditanam berikutnya (Adisarwanto, 2005).<br /> Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan tersebut. Lahan budidaya kedelai pun diperluas dan produktivitasnya ditingkatkan. Untuk pencapaian usaha tersebut, diperlukan pengenalan mengenai tanaman kedelai yang lebih mendalam (Sumarno dan Harnoto, 1983).<br />Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedalai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulaupulau lainnya. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun pada tahun 1948 telah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill (Suprapto, 1998).<br /><br />Tujuan Penelitian<br /> Untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi varietas kacang kedelai akibat perlakuan pemupukan.<br /><br />Hipotesis Penelitian<br />1. Ada respon pertumbuhan dan produksi varietas kacang kedelai akibat perlakuan varietas.<br />2. Ada respon pertumbuhan dan produksi varietas kacang kedelai akibat perlakuan pemupukan.<br />3. Ada interaksi antara varietas kacang kedelai dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. <br />Kegunaan Penelitian<br /> Sebagai salah satu syarat untu dapat mengikuti praktikal test dan ujian akhir semester pada mata kuliah Tanaman Pangan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi strata satu Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />Botani Tanaman Kacang Kedelai<br />Klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut :<br />Divisio : Spermatophyta<br />Classis : Dicotyledoneae<br />Ordo : Rosales<br />Familia : Papilionaceae<br />Genus : Glycine<br />Species : Glycine max (L.) Merill (Fachruddin, 2000)<br /><br />Morfologi Tanaman Kacang Kedelai<br />Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Hidayat, 1985).<br />Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil. Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan kotiledon yang terdiri dari dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat pertumbuhan yang cepat dari hipokotil.Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi.Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan lahan, kecukupan unsur hara, serta ketersediaan air di dalam tanah. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m atau lebih pada kondisi yang optimal, namun demikian, umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah olahan yang tidak terlalu dalam, sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30 cm. Akar serabut ini mula-mula tumbuh di dekat ujung akar tunggang, sekitar 3-4 hari setelah berkecambah dan akan semakin bertambah banyak dengan pembentukan akar-akar muda yang lain.(Rukmana dan Yuniarsih, 1996).<br />Hipokotil pada proses perkecambahan merupakan bagian batang, mulai dari pangkal akar sampai kotiledon. Hopikotil dan dua keping kotiledon yang masih melekat pada hipokotil akan menerobos ke permukaan tanah. Bagian batang kecambah yang berada diatas kotiledon tersebut dinamakan epikotil. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Perbedaan sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk batang. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Disamping itu, ada varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau semiindeterminate. Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran pada siang hari. Pada kondisi normal, jumlah buku berkisar 15-30 buah. Jumlah buku batang indeterminate umumnya lebih banyak dibandingkan batang determinate. Cabang akan muncul di batang tanaman. Jumlah cabang tergantung dari varietas dan kondisi tanah, tetapi ada juga varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila penanaman dirapatkan dari 250.000 tanaman/hektar menjadi 500.000 tanaman/hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang diproduksi. Artinya, walaupun jumlah cabang banyak, belum tentu produksi kedelai juga banyak(Hidayat, 1985).<br />Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa pertumbuhan.Umumnya, bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun lebar. Daun mempunyai stomata, berjumlah antara 190-320 buah/m2. Umumnya, daun mempunyai bulu dengan warna cerah dan jumlahnya bervariasi. Panjang bulu bisa mencapai 1 mm dan lebar 0,0025 mm. Kepadatan bulu bervariasi, tergantung varietas, tetapi biasanya antara 3-20 buah/mm2. Jumlah bulu pada varietas berbulu lebat, dapat mencapai 3-4 kali lipat dari varietas yang berbulu normal. Contoh varietas yang berbulu lebat yaitu IAC 100, sedangkan varietas yang berbulu jarang yaitu Wilis, Dieng, Anjasmoro, dan Mahameru.Lebat-tipisnya bulu pada d aun kedelai berkait dengan tingkat toleransi varietas kedelai terhadap serangan jenis hama tertentu. Hama penggerek polong ternyata sangat jarang menyerang varietas kedelai yang berbulu lebat. Oleh karena itu, para peneliti pemulia tanaman kedelai cenderung menekankan pada pembentukan varietas yang tahan hama harus mempunyai bulu di daun, polong, maupun batang tanaman kedelai(Rukmana dan Yuniarsih, 1996).<br />Tanaman kacang-kacangan, termasuk tanaman kedelai, mempunyai dua stadia tumbuh, yaitu stadia vegetatif dan stadia reproduktif. Stadia vegetatif mulai dari tanaman berkecambah sampai saat berbunga, sedangkan stadia reproduktif mulai dari pembentukan bunga sampai pemasakan biji. Tanaman kedelai di Indonesia yang mempunyai panjang hari rata-rata sekitar 12 jam dan suhu udara yang tinggi (>30° C), sebagian besar mulai berbunga pada umur antara 5-7 minggu. Tanaman kedelai termasuk peka terhadap perbedaan panjang hari, khususnya saat pembentukan bunga. Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban.Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Setiap ketiak tangkai daun yang mempunyai kuncup bunga dan dapat berkembang menjadi polong disebut sebagai buku subur. Tidak setiap kuncup bunga dapat tumbuh menjadi polong, hanya berkisar 20-80%. Jumlah bunga yang rontok tidak dapat membentuk polong yang cukup besar. Rontoknya bunga ini dapat terjadi pada setiap posisi buku pada 1-10 hari setelah mulai terbentuk bunga. Periode berbunga pada tanaman kedelai cukup lama yaitu 3-5 minggu untuk daerah subtropik dan 2-3 minggu di daerah tropik, seperti di Indonesia. Jumlah bunga pada tipe batang determinate umumnya lebih sedikit dibandingkan pada batang tipe indeterminate. Warna bunga yang umum pada berbagai varietas kedelai hanya dua, yaitu putih dan ungu (Hidayat, 1985).<br /><br />Syarat Tumbuh<br />Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh pada lingkungan dengan salah satu komponen lingkungan tumbuh optimal. Hal ini dikarenakan kedua komponen ini harus saling mendukung satu sama lain sehingga pertumbuhan kedelai bisa optima (Sumarno dan Harnoto. 1983).<br />Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan tumbuh yang lain. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan pertanaman kedelai yaitu kedalaman olah tanah yang merupakan media pendukung pertumbuhan akar. Artinya, semakin dalam olah tanahnya maka akan tersedia ruang untuk pertumbuhan akar yang lebih bebas sehingga akar tunggang yang terbentuk semakin kokoh dan dalam. Pada jenis tanah yang bertekstur remah dengan kedalaman olah lebih dari 50 cm, akar tanaman kedelai dapat tumbuh mencapai kedalaman 5 m. Sementara pada jenis tanah dengan kadar liat yang tinggi, pertumbuhan akar mencapai kedalaman sekitar 3 m. Upaya program pengembangan kedelai bisa dilakukan dengan penanaman di lahan kering masam dengan pH tanah 4,5 – 5,5 yang sebenarnya termasuk kondisi lahan kategori kurang sesuai. Untuk mengatasi berbagai kendala, khususnya kekurangan unsur hara di tanah tersebut, tentunya akan menaikkan biaya produksi sehingga harus dikompensasi dengan pencapaian produktivitas yang tinggi (> 2,0 ton/ha).<br />Untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimal, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan tumbuh yang optimal pula. Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan faktor lingkungan tumbuh, khususnya tanah dan iklim. Kebutuhan air sangat tergantung pada pola curah hujan yang turun selama pertumbuhan, pengelolaan tanaman, serta umur varietas yang ditanam.<br />Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30°C. Bila tumbuh pada suhu tanah yang rendah (<15°C), proses perkecambahan menjadi sangat lambat, bisa mencapai 2 minggu. Hal ini dikarenakan perkecambahan biji tertekan pada kondisi kelembaban tanah tinggi. Sementara pada suhu tinggi (>30°C), banyak biji yang mati akibat respirasi air dari dalam biji yang terlalu cepat. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10°C), seperti pada daerah subtropik, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C. <br />Tanaman kedelai sangat peka terhadap perubahan panjang hari atau lama penyinaran sinar matahari karena kedelai termasuk tanaman “hari pendek”. Artinya, tanaman kedelai tidak akan berbunga bila panjang hari melebihi batas kritis, yaitu 15 jam perhari. Oleh karena itu, bila varietas yang berproduksi tinggi dari daerah subtropik dengan panjang hari 14 – 16 jam ditanam di daerah tropik dengan rata-rata panjang hari 12 jam maka varietas tersebut akan mengalami penurunan produksi karena masa bunganya menjadi pendek, yaitu dari umur 50 – 60 hari menjadi 35 – 40 hari setelah tanam. Selain itu, batang tanaman pun menjadi lebih pendek dengan ukuran buku subur juga lebih pendek.Perbedaan di atas tidak hanya terjadi pada pertanaman kedelai yang ditanam di daerah tropik dan subtropik, tetapi juga terjadi pada tanaman kedelai yang ditanam di dataran rendah (<20 m dpl) dan dataran tinggi (>1000 m dpl). Umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di daerah dataran tinggi mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan tanaman kedelai yang ditanam di datarn rendah. Kedelai yang ditanam di bawah naungan tanaman tahunan, seperti kelapa, jati, dan mangga, akan mendapatkan sinar matahari yang lebih sedikit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa naungan yang tidak melebihi 30% tidak banyak berpengaruh negatif terhadap penerimaan sinar matahari oleh tanaman kedelai.<br />Hal yang terpenting pada aspek distribusi curah hujan yaitu jumlahnya merata sehingga kebutuhan air pada tanaman kedelai dapat terpenuhi. Jumlah air yang digunakan oleh tanaman kedelai tergantung pada kondisi iklim, sistem pengelolaan tanaman, dan lama periode tumbuh. Namun demikian, pada umumnya kebutuhan air pada tanaman kedelai berkisar 350 – 450 mm selama masa pertumbuhan kedelai. Pada saat perkecambahan, faktor air menjadi sangat penting karena akan berpengaruh pada proses pertumbuhan. Kebutuhan air semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur tanaman. Kebutuhan air paling tinggi terjadi pada saat masa berbunga dan pengisian polong. Kondisi kekeringan menjadi sangat kritis pada saat tanaman kedelai berada pada stadia perkecambahan dan pembentukan polong. Untuk mencegah terjadinya kekeringan pada tanaman kedelai, khususnya pada stadia berbunga dan pembentukan polong, dilakukan dengan waktu tanam yang tepat, Tanaman kedelai sebenarnya cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena dapat bertahan dan berproduksi bila kondisi cekaman kekeringan maksimal 50% dari kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal. Selama masa stadia pemasakan biji, tanaman kedelai memerlukan kondisi lingkungan yang kering agar diperoleh kualitas biji yang baik. Kondisi lingkungan yang kering akan mendorong proses pemasakan biji lebih cepat dan bentuk biji yang seragam (Suprapto, 1998).<br /><br />Peranan Pupuk ABG Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Kedelai<br /><br />ABG merupakan konsentrat organik dan nutrisi tanaman hasil ekstraksi berbagai bahan organik berkualitas tinggi (ikan, ternak dan tanaman) melalui proses fermentasi mengandung senyawa bioaktif (plant growth promoting agent, asam-asam amino, enzim), mikroba menguntungkan (pengurai, penambat N, pelarut fosfat dan penghasil fitohormon) dan diperkaya dengan hara esensil. Efektif untuk merevitalisasi kesehatan (soil helty) dan kualitas ekosistem tanah, meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (pangan, sayuran, buah-buahan, perkebunan, tanaman hias, dan lainnya) (Anonimus, 2008). <br />Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah, Peranannya yang terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat unsur hara dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia untuk pertumbuhan tanaman.<br /> Pupuk organik mempunyai keunggulan sebagai berikut :<br />1. Meningkatkan kandungan bahan organik didalam tanah<br />2. Memperbaiki struktur tanah<br />3. Meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air (water holding capacity)<br />4. Meningkatkan aktifitas kehidupan biologi tanah<br />5. Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah<br />6. Mengurangi fiksasi fosfat oleh Al dan Fe pada tanah masam<br />7. Meningkatkan ketersedian hara didalam tanah (Hasibuan, 2004).<br /><br />Peranan Pupuk Anorganik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kacang Kedelai<br /><br /> Manfaat pupuk anorganik bagi tanaman antara lain :<br />1. Pemberian pupuk ke dalam tanah akan meningkatkan kandungan unsur hara di dalam tanah yang dapat segera diserap oleh tanaman<br />2. Menggantikan unsur hara yang hilang di dalam tanah<br />3. Menaikan hasil panenan <br />4. Meningkatkan ketahanan (resisten) tanaman terhadap hama dan penyakit (Prasastyawati, 1980).<br /><br />BAHAN DAN METODE PENELITIAN<br /><br />Tempat dan Waktu<br /> Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara di jalan Tuar Kecamatan Medan Amplas dengan ketinggian ± 27 meter di atas permukaan laut.<br /> Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai dengan bulan November.<br /><br />Bahan dan Alat<br /> Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih kedelai , pupuk NPK, pupuk ABG dan air.<br /> Alat-alat yang digunakan adalah cangkul, parang, meteran, gembor, alat tulis, kalkulator, dan alat alat lain yang diperlukan didalamnya.<br /><br />Metode Penelitian <br /> Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang menggunakan 2 faktor dari 3 taraf perlakuan<br />1. Faktor Pupuk (P), terdiri dari tiga taraf :<br /> P0 : Tanpa pemupukan <br /> P1 : Pupuk anorganik (NPK)<br /> P2 : Pupuk organik (ABG)<br /><br /><br /><br />2. Faktor Varietas (V), terdiri dari tiga taraf :<br /> V1 : Anjasmoro<br /> V2 : Wilis<br /> V3 : Selamet<br />Jumlah kombinasi perlakuan 9 kombinasi yaitu :<br /> P0V1 P1V1 P2V1<br /> P0V2 P1V2 P2V2<br /> P0V3 P1V3 P2V3<br />Jumlah ulangan : 3 ulangan<br />Jumlah plot percobaan : 27 plot<br />Jumlah tanaman per plot : 24 tanaman<br />Jumlah tanaman sampel per plot : 3 tanaman<br />Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 81 tanaman<br />Jumlah tanaman seluruhnya : 648 tanaman<br />Luas plot percobaan : 100 cm x 200 cm<br />Jarak antar plot percobaan : 50 cm<br />Jarak antar ulangan : 50 cm<br /> Dari hasil penelitian dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan menurut Duncan (DMRT).<br /><br /><br /><br /><br />PELAKSANAAN PENELITIAN<br /><br />Persiapan Areal<br /> Terlebih dahulu areal pertanaman dibersihkan dari gulma dan sisa tanaman lainnya. Tanah dicangkul dua kali dengan interval satu minggu, pencangkulan yang pertama secara kasar dan yang kedua secara halus. Kemudian dibuat plot-plot penelitian yang telah ditentukan.<br /><br />Penanaman<br /> Penanaman dengan tugal sedalam 3 cm dengan jarak tanam 20 cm x 30 cm. Setiap lubang dimasukan dua benih kacang kedelai, selanjutnya lubang ditutup dengan tanah gembur.<br /><br />Pemberian Pupuk Anorganik<br /> Pupuk diberikan sesuai dengan takaran yang sesuai dan diberikan diberikan pada saat tanaman berumur satu bulan atau menjelang keluarnya bunga, bersamaan dengan penyiangan kedua. Pemberian pupuk dengan cara di benamkan ke dalam tanah di antara tanaman.<br /><br />Pemberian Pupuk 0rganik <br /> Pemberian pupuk organik disesuaikan dengan aturan yang tertera pada berosur pemakaian yaitu 1-2 cc/l air. Pupuk organik diaplikasikan ketanaman sebanyak 4 kali yaitu pada umur 10, 20, 30, dan 40 hari setelah tanam.<br /><br /><br />Penetapan Tanaman Sampel<br /> Pengambilan tanaman sampel dilakukan secara acak sebanyak tiga tanaman perplot. Tanaman pinggir tidak dijadikan tanaman sampel.<br /><br />Pemeliharaan Tanaman<br />Penyiraman<br /> Penyiraman dilakukan 1 kali sehari yaitu pada sore hari. Jika musim hujan penyiraman tidak dilakukan.<br />Penyisipan <br /> Penyisipan dilakukan pada umur 5-7 hari setelah tanam untuk menganti tanaman yang tidak tumbuh, rusak atau mati.<br />Penyiangan dan Pembubunan<br /> Penyiangan dilakukan satu minggu sekali dengan sistem manual yaitu dengan mencabut semua gulma yang ada pada plot, draenase antar plot dengan mengunakan tangan.<br /> Pembumbunan dilakukan bersamaan waktunya dengan penyiangan, maksud dari pembumbunan adalah agar tanaman dapat tetap tegak sesuai dengan pertumbuhannya dan memberikan kesempatan dalam pembentukan perakaran.<br />Pengendalian Hama dan Penyakit<br /> Pengendalian hama dan penyakit dilakukan setelah tanaman berumur satu minggu, tindakan pencegahan ini dengan menggunakan cara manual dan Tindakan penggunaan pestisida dilakukan apabila terjadi serangan hama dan penyakit yang cukup parah<br />Parameter Pengamatan<br />Tinggi Tanaman (cm)<br /> Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan tanah (patok standar) sampai titik tumbuh tanaman. Pengukuran dilakukan sejak umur satu minggu setelah tanam sampai umur empat minggu dengan interval satu minggu<br /><br />Jumlah daun (helai)<br /> Jumlah daun dari tanaman kedelai yang dihitung adalah total keseluruhan daun yang terdapat pada tanaman sampel.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />HASIL DAN PEMBAHASAN <br /><br /><br />Hasil Penelitian<br />Tinggi Tanaman (cm)<br /> Berdasarkan pengamatan rata-rata dari tinggi tanaman (cm) kacang kedelai pada umur 1 - 4 MST, pemberian pupuk organik dan organik tidak berpengaruh nyata (tn) terhadap parameter tinggi dari beberapa varietas kacang kedelai yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini. Data dapat dilihat pada table 1 - 4.<br /><br />Table 1. Data Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Kacang Kedelai Umur 1 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 50.3 50.6 55.7 156.6 52.2<br />P1 56.8 55.1 50 161.9 53.9667<br />P2 47.1 52.7 55.6 155.4 51.8<br />Total 154.2 158.4 161.3 473.9 <br />Rataan 51.4 52.8 53.7667 <br /><br />Table 2. Data Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Kacang Kedelai Umur 2 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 58 56 62.3 176.3 58.7667<br />P1 62.8 58.8 59 180.6 60.2<br />P2 55 53.7 59.6 168.3 56.1<br />Total 175.8 168.5 180.9 525.2 <br />Rataan 58.6 56.1667 60.3 <br /><br /><br />Table 3. Data Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Kacang Kedelai Umur 3 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 70 72.3 77.3 219.6 73.2<br />P1 77.8 73.8 74 225.6 75.2<br />P2 70.7 68.7 75.3 214.7 71.5667<br />Total 218.5 214.8 226.6 659.9 <br />Rataan 72.8333 71.6 75.5333 <br /><br />Table 4. Data Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) Kacang Kedelai Umur 4 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 94 97.7 101.7 293.4 97.8<br />P1 101.8 97.7 98.3 297.8 99.2667<br />P2 95.3 94.8 100.4 290.5 96.8333<br />Total 291.1 290.2 300.4 881.7 <br />Rataan 97.0333 96.7333 100.133 <br /><br />Jumlah daun (helai)<br /> Berdasarkan dari pengamatan rata-rata jumlah daun (helai) kacang kedelai pada umur 1 - 4 MST, pemberian pupuk organik dan organik juga tidak berpengaruh nyata (tn) terhadap parameter jumlah daun tanaman kedelai dari beberapa varietas yang dijadikan sebagai objek dalam penelitian ini. Data dapat dilihat pada table 5 - 8.<br /><br />Table 5. Data Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Kacang Kedelai Umur 1 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 40.7 40.7 40.7 122.1 40.7<br />P1 40.3 42.3 41.4 124 41.3333<br />P2 41 41.3 41 123.3 41.1<br />Total 122 124.3 123.1 369.4 <br />Rataan 40.6667 41.4333 41.0333 <br /> <br />Table 6. Data Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Kacang Kedelai Umur 2 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 80 80.3 80.4 240.7 80.2333<br />P1 78 81.7 80.7 240.4 80.1333<br />P2 85 80.6 77.7 243.3 81.1<br />Total 243 242.6 238.8 724.4 <br />Rataan 81 80.8667 79.6 <br /><br /><br /><br />Table 7. Data Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Kacang Kedelai Umur 3 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 154.6 148.1 154.6 457.3 152.433<br />P1 150.7 144.3 152.4 447.4 149.133<br />P2 143.7 158.9 149.4 452 150.667<br />Total 449 451.3 456.4 1356.7 <br />Rataan 149.667 150.433 152.133 <br /><br />Table 8. Data Rata-Rata Jumlah Daun (helai) Kacang Kedelai Umur 4 MST<br />Perlakuan V1 V2 V3 Total Rataan<br />P0 225.6 223.1 237.6 686.3 228.767<br />P1 239 242.4 239.3 720.7 240.233<br />P2 245.6 240.6 233.1 719.3 239.767<br />Total 710.2 706.1 710 2126.3 <br />Rataan 236.733 235.367 236.667 <br /><br /><br />Pembahasan <br /><br />Tinggi Tanaman (cm)<br /> Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap perlakuan varietas diduga karena faktor perawatan. Hal ini dikarenakan selama fase pertumbuhan tanaman kacang kedelai tidak pernah diperhatikan secara serius, baik itu dari segi penyiangan, pemupukan, dan faktor – faktor lainnya.<br />Walaupun demikian, jika dibandingkan antara varietas – varietas dari kaang kedelai yang dijadikan objek pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa varietas Selamet mempunya daya tumbuh yang lebih baik. Tampak pada pengamatan rata – rata tinggi tanaman pada umur 4 MST varietas ini menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan varietas yang lain (Anjasmoro dan Wilis), yaitu 100,133 cm. hal ini diduga karena adanya sifat genetik yang dimiliki varietas Selamet dan daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan setempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Anonim (2008c) yang menyatakan bahwa penggunaan varietas unggul yang mempunyai adaptasi tinggi pada pola tanam dan kondisi setempat merupakan faktor penting. Karena hasil yang tinggi ditentukan oleh interaksi suatu varietas terhadap kondisi lingkungan.<br /> Jika dikaitkan dengan pemupukan, yang merupakan faktor dari penelitian ini, maka hasil yang tidak nyata ini (tn) lebih karena pemupukan yang diberikan kepada tanaman kedelai selama dalam fase pertumbuhannya tidak teratur ataupun tidak mencukupi kadarnya.<br /><br />Jumlah Daun (helai)<br />Untuk jumlah daun (helai) perlakuan terhadap varietas kacang kedelai juga menunjukkan tidak berpengaruh nyata (tn). Hal ini juga kemungkinan besar diduga karena perawatan yang kurang serius selama fase pertumbuhan dari tanaman kacang kedelai, sehingga tidak dapat tumbuh dengan baik.<br />Selain hal itu, kemungkinan terjadinya hasil yang tidak nyata (tn) ini dikarenakan dipengaruhi oleh faktor genetis dan ekologis tanaman. Hal ini didukung oleh Dartius (2006) bahwa sifat-sifat tanaman dipengaruhi genotif dan lingkungan.<br /> Menurut Sutejo dan Kartasapoetra (1988) bahwa pertumbuhan tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh faktor internal (hormon dan nutrisi) saja melainkan saling berkaitan dengan banyak faktor lainnya, diantaranya adalah status air dalam jaringan tanaman, suhu pada areal tanaman, keadaan tanah dan intensitas cahaya matahari. <br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br /><br />Kesimpulan <br />1. Perlakuan Varietas dan pemupukan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter tinggi tanaman (cm), dan jumlah daun (helai).<br />2. Interaksi perlakuan menunjukan tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap semua parameter yang diamati, yaitu tinggi (cm), dan jumlah daun (helai).<br />3. Faktor penyebab hasil penelitian tidak nyata (tn) pada penelitian ini diduga karena perawatan yang kurang serius terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. <br /><br /><br />Saran <br />Perlu dilakukan pengulangan penelitian agar mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan. Dan selama penelitian setidaknya hal-hal yang berpengaruh terhadap tanaman objek harus diperhatikan secara intensif, terutama faktor yang diterapkan seperti pemupukan misalnya.<br />Sebaiknya dalam pembukaan lahan percobaan dilakukan bersama-sama oleh para praktikan, walaupun para praktikan tersebut berbeda kelompok (yang diteliti), sehingga dalam pembukaan lahan tidak terjadi ketimpangan.<br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Adisarwanto, T. dan Wudianto, R. 1999. Meningkatkan Hasil Panen Kedelai di Lahan Sawah-Kering-Pasang Surut. Penebar Swadaya. Bogor.<br /><br />Adisarwanto, T. 2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor.<br /><br />Anonimus, 2008. Pemuliaan. http://fp.uns.ac.id/~hamasains/bab 10 pemuliaan.htm <br /><br />Hasibuan, B. E, 2004. Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara. Medan<br /><br />Hidayat, O. D. 1985. Morfologi Tanaman Kedelai. Dalam S. Puslitbangtan. Bogor.<br /><br />Fachruddin, L., 2000. Budidaya Kacang-kacangan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.<br /><br />Prasastyawati, D.1980. Perkembangan bintil akar Rhizobium javonicum pada kedelai. Bul. Agron.<br /><br />Rukmana, S. K. dan Yuniarsih, Y. 1996. Kedelai, Budidaya Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.<br /><br />Sumarno dan Harnoto. 1983. Kedelai dan Cara Bercocok Tanamnya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Buletin Teknik.<br /><br />Suprapto, H. 1998. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Jakarta. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 1. Lay 0ut Penelitian<br /> b<br /> <br /> a U<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> I III II<br />Keterangan :<br /> A = Jarak antara plot 50 cm<br /> B = Jarak antar ulangan 50 cm<br />Lampiran 2. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Umur 1 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 17.3 16.3 16.7 50.3 16.7667<br />P0V2 19 16.3 15.3 50.6 16.8667<br />P0V3 19.5 19.2 17 55.7 18.5667<br />P1V1 16.5 22 18.3 56.8 18.9333<br />P1V2 20 17.8 17.3 55.1 18.3667<br />P1V3 18 16 16 50 16.6667<br />P2V1 19 12.8 15.3 47.1 15.7<br />P2V2 18 15.7 19 52.7 17.5667<br />P2V3 20 16.3 19.3 55.6 18.5333<br />Total 167.3 152.4 154.2 473.9 17.5519<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 14.6985 7.34926 2.24856tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 29.5941 3.69926 1.13182tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 2.83185 1.41593 0.43321tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 2.65852 1.32926 0.4067tn 3,63 6,23<br />V x P 4 24.1037 6.02593 1.84368tn 3,01 4,77<br />Galat 16 52.2948 3.26843 <br />Total 26 96.5874 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 10,30 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 3. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Umur 2 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 20 18.3 19.7 58 19.3333<br />P0V2 20 18.3 17.7 56 18.6667<br />P0V3 23 21.3 18 62.3 20.7667<br />P1V1 18.5 24 20.3 62.8 20.9333<br />P1V2 22 19.8 17 58.8 19.6<br />P1V3 20 18 21 59 19.6667<br />P2V1 21 16.3 17.7 55 18.3333<br />P2V2 19 17.7 17 53.7 17.9<br />P2V3 20 18.3 21.3 59.6 19.8667<br />Total 183.5 172 169.7 525.2 19.4519<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 12.1474 6.0737 1.72123tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 25.3607 3.17009 0.89837tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 8.63185 4.31593 1.22309tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 8.65852 4.32926 1.22687tn 3,63 6,23<br />V x P 4 8.07037 2.01759 0.57177tn 3,01 4,77<br />Galat 16 56.4593 3.5287 <br />Total 26 93.9674 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 9,65 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 4. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Umur 3 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 25 23.3 21.7 70 23.3333<br />P0V2 26.3 23.3 22.7 72.3 24.1<br />P0V3 28 26.3 23 77.3 25.7667<br />P1V1 23.5 29 25.3 77.8 25.9333<br />P1V2 27 24.8 22 73.8 24.6<br />P1V3 25 23 26 74 24.6667<br />P2V1 26.7 21.3 22.7 70.7 23.5667<br />P2V2 24 22.7 22 68.7 22.9<br />P2V3 25 23.3 27 75.3 25.1<br />Total 230.5 217 212.4 659.9 24.4407<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 19.6674 9.8337 2.469tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 26.9319 3.36648 0.84524tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 8.09407 4.04704 1.01611tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 6.62296 3.31148 0.83143tn 3,63 6,23<br />V x P 4 12.2148 3.0537 0.76671tn 3,01 4,77<br />Galat 16 63.7259 3.98287 <br />Total 26 110.325 <br /><br /><br />Keterangan :<br />KK = 8,16 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 5. Rataan Tinggi Tanaman (cm) Umur 4 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 33 31.3 29.7 94 31.3333<br />P0V2 34.3 32.7 30.7 97.7 32.5667<br />P0V3 36 34.7 31 101.7 33.9<br />P1V1 31.5 37 33.3 101.8 33.9333<br />P1V2 35 32.7 30 97.7 32.5667<br />P1V3 33 31.3 34 98.3 32.7667<br />P2V1 34.3 30.3 30.7 95.3 31.7667<br />P2V2 32.5 32.3 30 94.8 31.6<br />P2V3 33.7 31.7 35 100.4 33.4667<br />Total 303.3 294 284.4 881.7 32.6556<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 19.8467 9.92333 2.8032tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 22.56 2.82 0.79661tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 7.08667 3.54333 1.00094tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 3.00222 1.50111 0.42404tn 3,63 6,23<br />V x P 4 12.4711 3.11778 0.88073tn 3,01 4,77<br />Galat 16 56.64 3.54 <br />Total 26 99.0467 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 5,76 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 6. Rataan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 13.3 13.7 13.7 40.7 13.5667<br />P0V2 14 12.7 14 40.7 13.5667<br />P0V3 14.7 13 13 40.7 13.5667<br />P1V1 13.3 13 14 40.3 13.4333<br />P1V2 14.3 14 14 42.3 14.1<br />P1V3 13.7 13 14.7 41.4 13.8<br />P2V1 14 14 13 41 13.6667<br />P2V2 14 14.3 13 41.3 13.7667<br />P2V3 14.3 12.7 14 41 13.6667<br />Total 125.6 120.4 123.4 369.4 13.6815<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 1.51407 0.75704 1.7991tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 0.89407 0.11176 0.2656tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 0.29407 0.14704 0.34943tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 0.20519 0.10259 0.24381tn 3,63 6,23<br />V x P 4 0.39481 0.0987 0.23457tn 3,01 4,77<br />Galat 16 6.73259 0.42079 <br />Total 26 9.14074 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 4,74 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 7. Rataan Jumlah Daun (helai) Umur 2 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 25.7 26 28.3 80 26.6667<br />P0V2 28 24.3 28 80.3 26.7667<br />P0V3 28.7 25.7 26 80.4 26.8<br />P1V1 25.3 25 27.7 78 26<br />P1V2 28.7 28 25 81.7 27.2333<br />P1V3 27.3 24.7 28.7 80.7 26.9<br />P2V1 29 28.7 27.3 85 28.3333<br />P2V2 27.3 26.3 27 80.6 26.8667<br />P2V3 27 26.7 24 77.7 25.9<br />Total 247 235.4 242 724.4 26.8296<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 7.52296 3.76148 1.5396tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 12.043 1.50537 0.61616tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 1.19407 0.59704 0.24437tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 0.56519 0.28259 0.11567tn 3,63 6,23<br />V x P 4 10.2837 2.57093 1.0523tn 3,01 4,77<br />Galat 16 39.0904 2.44315 <br />Total 26 58.6563 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 5,82 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 8. Rataan Jumlah Daun (Helai) Umur 3 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 54.3 49.3 51 154.6 51.5333<br />P0V2 47.7 51.7 48.7 148.1 49.3667<br />P0V3 49.3 52 53.3 154.6 51.5333<br />P1V1 50.3 54.7 45.7 150.7 50.2333<br />P1V2 49.7 46.3 48.3 144.3 48.1<br />P1V3 51.7 51.7 49 152.4 50.8<br />P2V1 49 48 46.7 143.7 47.9<br />P2V2 53.3 53.3 52.3 158.9 52.9667<br />P2V3 48.7 51 49.7 149.4 49.8<br />Total 454 458 444.7 1356.7 50.2481<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 10.3474 5.1737 1.07833tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 66.3141 8.28926 1.7277tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 3.18741 1.5937 0.33217tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 5.45407 2.72704 0.56838tn 3,63 6,23<br />V x P 4 57.6726 14.4181 3.00511tn 3,01 4,77<br />Galat 16 76.7659 4.79787 <br />Total 26 153.427 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 4,35 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyata<br /><br /><br /><br />Lampiran 9. Rataan Jumlah Daun (helai) Umur 4 MST<br /><br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />P0V1 70.3 84 71.3 225.6 75.2<br />P0V2 75.7 73.7 73.7 223.1 74.3667<br />P0V3 80 79.3 78.3 237.6 79.2<br />P1V1 79.7 75 84.3 239 79.6667<br />P1V2 78.7 81.7 82 242.4 80.8<br />P1V3 85.3 73.3 80.7 239.3 79.7667<br />P2V1 84.3 82.3 79 245.6 81.8667<br />P2V2 80.3 77 83.3 240.6 80.2<br />P2V3 79.3 74.7 79.1 233.1 77.7<br />Total 713.6 701 711.7 2126.3 78.7519<br /><br /><br />Daftar Sidik Ragam<br />SK Db JK KT F. Hitung F. Tabel<br /> 0.05 0.01<br />Ulangan 2 10.2541 5.12704 0.29146tn 3,63 6,23<br />Perlakuan 8 153.041 19.1301 1.08751tn 2,59 3,89<br />Varietas 2 1.18741 0.5937 0.03375tn 3,63 6,23<br />Pupuk 2 84.2341 42.117 2.39427tn 3,63 6,23<br />V x P 4 67.6193 16.9048 0.961tn 3,01 4,77<br />Galat 16 281.453 17.5908 <br />Total 26 444.747 <br /><br />Keterangan :<br />KK = 5,32 %<br /> * = nyata<br />** = sangat nyata<br />tn = tidak nyataAhmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-48405515953874138552010-05-19T22:41:00.000-07:002010-05-19T22:44:01.055-07:00STUDI EKOLOGI DAN KULTUR TEKNIS TANAMAN LADA (Piper nigrum L)PENDAHULUAN<br />Tanaman lada termasuk tanaman rempah yang banyak dikembangkan di Indonesia. Untuk Indonesia, lada merupakan komoditas pertama yang diekspor ke Eropa sejak abad ke – XII.<br />Daerah yang merupakan sentra produksi lada di Indonesia adalah Bangka dan Lampung. Luas areal kebun lada di propinsi Lampung yaitu sekitar 42.000 hektar dengan hasil produksinya sekitar 19.000 ton/tahun. Lampung Utara merupakan salah satu sentra produksi lada hitam di Propinsi Lampung.<br />A. Daerah Asal<br />Tanaman lada (Piper nigrum) berasal dari daerah Ghat Barad, India. Demikian juga, tanaman lada yang sekarang banyak ditanam di Indonesia ada kemungkinan berasal dari India. Sebab pada tahun 100 SM – 600 SM banyak kolini Hindu yang datang ke Jawa. Mereka itulah yang diperkirakan membawa bibit lada ke Jawa. Pada abad XVI, tanaman lada di Indonesia baru diusahakan secara kecil-kecilan (Jawa). Tetapi pada abad XVIII, tanaman tersebut telah diusahakan secara besar-besaran.<br /><br /><br /><br />B. Centra Produksi<br />Daerah penghasil lada terpenting di Indonesia ialah Lampung dan Bangka. Produksi lada di kedua daerah tersebut pada tahun 1913 – 1938 mencapai 60% dari seluruh produksi di Indonesia. Sedangkan pada tahun 1938 sendiri telah mencapai 90%. <br />Di beberapa daerah di Jawa, seperti di Jakarta dan Semarang pernah diusahakan tanaman lada, tetapi akhirnya tidak berkembang. Sebab tanaman lada tersebut diusahakan bersama tanaman lain, seperti kopi, coklat, dengan menggunakan tajar pohon dadap. Tajar pohon dadap tersebut sekaligus sebagai pelindung tanaman kopi dan coklat. Tetapi karena pohon dadap banyak diserang penyakit, maka akhirnya tanaman lada ditinggalkan.<br />C. Penyedia Bibit Lada<br />Salah satu penjual dan penyedia bibit lada yaitu terletak di Propunsi Jawa Timur, yang tepatnya di daerah Ongko, dengan nomor telepon/ handphon adalah 085740296488.<br />1. ASPEK EKOLOGI<br />A. Faktor Tanah<br /> Tinggi tempat<br />Ketinggian tempat yang baik untuk pertumbuhan lada adalah pada ketinggian 300 - 1.100 m dpl.<br /> pH tanah<br />Untuk menunjang pertumbuhan tanaman lada, sebaiknya lada dibudidayakan pada kondisi pH tanah 5,5-7,0<br /> Tekstur tanah<br />Tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman lada adalah jenis tanah latosol dan podsolik merah kuning dengan tekstur tanah yang subur, gembur, dan remah.<br /> Kesuburan Tanah<br />Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman lada hendaklah tanah yang subur dan kaya akan bahan organik.<br /> Solum (tebal tipisnya lapisan tanah)<br />Untuk menunjang pertumbuhan tanaman lada, sebaiknya kandungan humus tanah sedalam 1 – 2.5 m.<br /> Biologi tanah<br />Dalam budidaya tanaman lada hendaknya tanah yang dipilih kaya akan unsur bioligi tanah, diantaranya adalah makro fauna tanah dan mikro fauna tanah. Makro fauna tanah meliputi annelida (cacing tanah) dan dipolopoda (kaki seribu). Sedangkan mikro fauna tanah meliputi potozoa dan rotifera.<br />Pada ekosistem tanah yang banyak dihuni oleh makro fauna tanah dan mikro fauna tanah, maka struktur tanah menjadi gembur dan mempunyai forositas yang tinggi.<br /><br /><br /><br /><br />B. Fator Iklim<br /> Curah Hujan<br />Tanaman lada dapat tumbuh dengan baik dengan curah hujan 2.000 – 3.000 mm/ tahun. Pertumbuhan tanaman ini akan terhambat bila curah hujan kurang dari 90 mm/bulan dan bulan kering > 3 bulan dengan Bulan Basah 100 mm/bulan.<br /><br /><br /> Kelembapan<br />Kelembaban udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman lada adalah 50% – 100% dengan kelembapan udara optimal 60% – 80% RH.<br /> Suhu<br />Tanaman lada dapat tumbuh pada suhu udara berkisar 20OC – 34OC.<br /> Intensitas cahaya matahari<br />Tanaman lada hendaknya mendapat penyinaran sinar matahari yang cukup, yaitu berkisar 10 – 12 jam perharinya.<br /> Angin<br />Agar pertumbuhan tanaman lada tidak terganggu, hendaklah tanaman ini terlindung dari tiupan angin yang terlalu kencang.<br /><br /><br /><br /><br />2. KULTUR TEKNIS<br /> Pengolahan tanah<br />Dalam pengolahan tanah pada tanaman lada, terdapat dua tahapan yang harus dilakukan, yaitu persiapan tiang panjat dan pengolahan media tanam.<br />1) Persiapan Tiang Panjat<br />Tiang panjat yang digunakan untuk tanaman lada sebaiknya yang berdaun tidak terlalu rapat, umumnya menggunakan tanaman dadap atau cebreng / gamal. Tinggi tanaman tiang panjat adalah 1,5 m di atas permukaan tanah.<br />2) Pengolahan Media Tanam<br />1) Penyangkulan pertama<br />Yaitu pembalikan tanah sedalam 20 – 30 cm.<br />2) Penaburan kapur pertanian<br />Yaitu bertujuan untuk meningkatkan pH tanah. Setelah penaburan, sebaiknya tanah didiamkan selama 3 – 4 minggu.<br />3) Penyangkulan kedua<br />Yaitu bertujuan untuk menghaluskan dan meratakan tanah.<br /> Penanaman<br />Teknik Penanaman<br />1) Sistem penanaman adalah monokultur (jarak tanam 2m x 2m). Tetapi juga bisa ditanam dengan tanaman lain. <br />2) Lubang tanam dibuat limas ukuran atas 40 cm x 35 cm, bawah 40 cm x 15 cm dan kedalaman 50 cm.<br />3) Biarkan lubang tanam 10-15 hari barulah bibit ditanam.<br />4) Waktu penanaman sebaiknya musim penghujan atau peralihan dari musim kemarau kemusim hujan, pukul 6.30 pagi atau 16.30-18.00 sore.<br />5) Cara penanaman : menghadapkan bagian yang ditumbuhi akar lekat kebawah, sedangkan bagian belakang (yang tidak ditumbuhi akar lekat) menghadap keatas.<br />6) Taburkan pupuk kandang 0,75-100 gram/tanaman.<br />7) Tutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas yang sudah dicampur pupuk dasar :<br />o NPK 20 gram/tanaman<br />o Untuk tanah kurang subur ditambahkan 10 gram urea, 7 gram SP 36 dan 5 gram KCl per tanaman.<br />8) Segera setelah ditutup, disiram SUPERNASA :<br />o Alternatif 1 : 0,5 sendok makan/ 5 lt air per tanaman. <br />o Alternatif 2 : 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 2 liter (2000 ml) air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 1 liter air diberi 20 ml larutan induk tadi untuk penyiraman setiap pohon.<br />9) Pemberian SUPERNASA selanjutnya dapat diberikan setiap 3 – 4 bulan sekali.<br /><br /><br /><br /><br /> Pemupukan.<br />Pupuk makro diberikan sebagai berikut :<br />Umur<br />(bln) Pupuk makro (gram/pohon)<br /> Urea SP 36 KCl<br />3-4 35 15 20<br />4-5 35 20 25<br />5-6 35 25 30<br />6-17 35 30 35<br /><br /> Pengendalian hama dan penyakit<br />Hama :<br />1) Hama Penggerek Batang (Laphobaris Piperis) <br />Ciri: berwarna hitam, ukuran 3-5 mm. Serangga dewasa lebih suka menyerang bunga, pucuk daun dan cabang-cabang muda. Akibat lain bila Nimfanya (serangga muda) berupa ulat akan menggerek batang dan cabang tanaman. Pengendalian: memotong cabang batang; penyemprotan PESTONA.<br />2) Hama bunga<br />Ciri: Serangga dewasa berwarna hitam, sayap seperti jala, terdapat tonjolan pada punggungnya, ukuran panjang tubuh 4,5 mm dan lebar 3 mm. Gejala: serangga dewasa/nimfanya menyerang bunga berakibat bunga rusak dan menimbulkan kegagalan pembuahan, siklus hidupnya sekitar 1 bulan. Pengendalian: penyemprotan PESTONA, serta dapat juga dilakukan pemotongan pada tandan bunga.<br />3) Hama buah<br />Ciri: serangga berwarna hijau kecoklatan, nimfanya tidak bersayap, berwarna bening dan empat kali ganti kulit. Serangga dewasa atau nimfanya menyerang buah sehingga isi buah kosong. Telurnya biasa diletakkan pada permukaan daun atau pada tandan buah, siklus hidupnya sekitar 6 bulan. Pengendalian: musnahkan telur dipermukaan daun, cabang, dan yang ada pada tandan buah. Gunakan PESTONA.<br />Penyakit :<br />1) Penyakit busuk pangkal batang (BPP)<br />Penyebab: jamur Phytopthora Palmivora Var Piperis. Gejala: awal serangan sulit diketahui. Bagian yang mulai terserang pada pangkal batang memperlihatkan garis-garis coklat kehitaman dibawah kulit batang. Daun berubah warna menjadi layu (berwarna kuning). Pencegahan : penanaman jenis lada tahan penyakit BPB. Pemberian Natural Glio sebelum dan sesudah tanam.<br /><br />2) Penyakit kuning<br />Penyebab: tidak terpenuhinya berbagai persyaratan agronomis serta serangan cacing halus (Nematoda) Radhophalus similis yang mungkin berasosiasi dengan nematoda lain seperti Heterodera SP, M incognita dan Rotylenchus Similis. Gejala: menyerang akar tanaman lada, ditandai menguningnya daun lada, akar rambut mati, membusuk dan berwarna hitam. Cepat lambatnya gejala daun menguning tergantung berat ringannya infeksi dan kesuburan tanaman. Pengendalian: Pemberian pupuk kandang, pengapuran, pemupukan tepat dan seimbang, pemberian Natural Glio sebelum dan sesudah tanam.<br /> Panen dan pasca panen<br />1) Pemanenan<br />a. Waktu Panen<br />Buah lada yang akan dipanen untuk pengolahan lada hitam ditandai dengan warna hijau tua dengan umur panen 6 – 7 bulan. Dapat juga diketahui dengan memecahkan atau memencet/ memijit buah lada, bila keluar cairan putih maka buah lada tersebut belum bisa dipetik. Biasanya dalam satu dompolan, terdiri atas buah lada merah (2%), kuning (23%) dan hijau (75%).<br />b. Cara Panen<br />Buah lada dipanen sekaligus dengan tangkainya dengan cara dipetik menggunakan tangan. Tangkai buah yang tua biasanya tidak liat lagi sehingga mudah untuk dipatahkan. Pemetikan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak buku dan cabang karena dari tempat tersebut akan keluar bunga untuk musim pembungaan selanjutnya. Pemetikan dilakukan secara bertahap sebanyak 3 kali panen yaitu panen 1 dan 2 dengan cara dipilih sedangkan panen ketiga dirompes (sekaligus).<br /><br /><br />c. Alat panen<br />Pemanenan buah lada dilakukan menggunakan tangga untuk mengambil buah lada dan keranjang bambu yang bersih dan memadai untuk tempat mengumpulkan buah lada yang sudah dipetik.<br />2) Sortasi buah<br />Lada yang sudah dipetik selanjutnya disortir. Buah lada yang busuk dan abnormal dipisahkan dan dibuang sedangkan buah yang baik dan mulus dikumpulkan dalam satu tempat.<br />3) Pemisahan buah dari tangkai (perontokan)<br />Buah lada yang sudah dipanen ditumpuk selama 2 – 3 hari atau langsung dirontok untuk memisahkan buah dari tangkainya. Proses perontokan dapat dilakukan dengan cara diremas-remas atau menggunakan kaki (diinjak-injak /secara tradisional). Hal ini juga dapat dilakukan dengan menggunakan alat perontok tipe pedal atau motor yang digerakkan oleh bensin/listrik. Buah lada yang sudah agak kering akan mudah terlepas dari tangkainya.<br />4) Pengeringan<br />Pengeringan dilakukan selama 2 - 3 hari sampai kadar air mencapai 15% yaitu kadar air yang dikehendaki pasar.Pengeringan dengan penjemuran dilakukan dengan menggunakan alas (terpal/tikar) yang bersih, hindari kontak dengan tanah. Tumpukan lada dibolak-balik atau ditipiskan dengan ketebalan tumpukan 10 cm menggunakan garpu dari kayu.<br />5) Penampian /sortasi<br />Pemisahan atau sortasi bertujuan untuk memisahkan biji lada hitam yang sudah kering dari kotoran sepeti tanah, pasir, daun kering, gagang, serat-serat dan juga sebagian lada enteng. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan tampah atau mesin (blower).<br />6) Pengemasan dan penyimpanan<br />Buah lada hitam yang sudah kering dan terlepas dari tangkainya dikemas dengan menggunakan karung plastik. Ruang penyimpanan harus kering dan tidak lembab (± 70%) hal ini untuk menghindari lada berjamur. Ruang penyimpanan diberi alas dari bambu atau kayu setinggi lebih kurang 15 cm dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung tidak berhubungan langsung dengan lantai. Kualitas lada hitam dapat dipertahankan 3–4 tahun jika disimpan di ruangan bersuhu20 - 28oC.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Kanisius, A.A., 2007. BERCOCOK TANAM LADA. Kanisius. Yogyakarta<br />Sentrapromosi.com/iklan/pusatinformasi-kopi-pala-dan-lada.html<br />wikipedia.com/budidayalada.htmlAhmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-52183186855934600542010-05-18T22:29:00.000-07:002010-05-19T22:32:32.184-07:00PENGARUH AIR TERHADAP PERTUMBUHAN PEPAYABAB I<br />PENDAHULUAN<br />Latar Belakang<br />Pepaya merupakan tanaman buah berupa herba dari famili Caricaceae yang berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat bahkan kawasan sekitar Mexsiko dan Coasta Rica. Tanaman pepaya banyak ditanam orang, baik di daeah tropis maupun sub tropis. di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). <br />Pepaya merupakan tanaman yang gampang tumbuh karena bisa tumbuh di sembarang tempat. Namun agar pertumbuhannya optimal, sebaikknya pepaya ditanam pada daerah yang memiliki curah hujan antara 1000 – 2000 mm/tahun, dengan suhu udara optimum 22-26 derajat C dan kelembapan udara sekitar 40 %.<br />Tanaman pepaya juga merupakan tanaman yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap air. Oleh karena itu, dalam budidaya tanaman pepaya, faktor air sangat berperan penting agar pertumbuhan pepaya optimal. Jadi, faktor pemberian air terhadap pertumbuhan pepaya merupakan faktor yang penting.<br />Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan punah tanpa air.<br />Air merupakan kebutuhan pokok bagi semua tanaman juga merupakan bahan penyusun utama dari pada protoplasma sel. Di samping itu, air adalah komponen utama dalam proses fotosintesis, pengangkutan assimilate hasil proses ini kebagian-bagian tanaman hanya dimungkinkan melalui gerakan air dalam tanaman. Dengan peranan tersebut di atas, jumlah pemakaian air oleh tanaman akan berkorelasi posistif dengan produksi biomase tanaman, hanya sebagian kecil dari air yang diserap akan menguap melalui stomata atau melalui proses transpirasi (Crafts et al : 1949; Dwidjoseputro, 1984).<br />Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air.<br />Selanjutnnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak ke dalam tumbuh-tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan (Ismal, 1979).<br />Kekurangan air (water deficit) akan mengganggu keseimbangan kimiawi dalam tanaman yang berakibat berkurangnya hasil fotosintesis atau semua proses-proses fisiologis berjalan tidak normal. Apabila keadaan ini berjalan terus, maka akibat yang terlihat, misalnya tanaman kerdil, layu, produksi rendah, kualitas turun dan sebagainya (Craft et al, 1949; Kramer, 1969).<br />Menurut Clogh dan Milthorpe (1975), pengaruh kekurangan air pada tanaman dapat dijelaskan yaitu sejak bermulanya pembentukan daun, luas daun dan jumlahnya maupun terhadap perkembangan luas sel-sel palisade pada daun-daun yang sedang mulai berkembang sampai dengan periode pertumbuhan. Selanjutnya, bahwa laju pembentukan daun pada tanaman yang kebutuhan airnya terpenuhi adalah konstan setiap saat bila dibandingkan dengan yang mengalami kekurangan air proses reduksinya sangat cepat.<br />Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.<br />Kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesa, karena turgiditas sel penjaga stomata akan menurun. Hal ini menyebabkan stomata menutup (Lakitan, 1995). Penutupan stomata pada kebanyakan spesies akibat kekurangan air pada daun akan mengurangi laju penyerapan CO2 pada waktu yang sama dan pada akhirnya akan mengurangi laju fotosintesa (Goldsworthy dan Fisher, 1992).<br />Tanaman kekurangan air dapat mengakibatkan kematian, sebaliknya kelebihan air dapat menyebabkan kerusakan pada perakaran tanaman, disebabkan kurangnya udara pada tanah yang tergenang (Purwowidodo, 1983). <br />Kebutuhan air perlu mendapat perhatian, karena pemberian air yang terlalu banyak akan mengakibatkan padatnya permukaan tanah, terjadinya pencucian unsur hara, dan dapat pula terjadi erosi aliran permukaan dan erosi percikan. Erosi ini bila curah hujan tinggi dan penyiraman yang banyak pada musim kemarau. <br />Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca (Fitter dan Hay, 1994).<br />Dari Hasil penelitian pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Noorhadi dan Sudadi Mahasiswa dari Fakultas Pertanian UNS Surakarta yang berjudul “Kajian Pemberian Air Dan Mulsa Terhadap Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai Di Tanah Entisol” menunjukkan bahwa perlakuan volume pemberian air berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan suhu udara, peningkatan kelembaban tanah dan udara, peningkatan tinggi tanaman serta memperlebar luas daun. <br />Pada penelitian tersebut, perlakuan pemberian air yang dilakukan adalah V1 = 1 liter/tan/hari, V2 = 2 liter/tan/hari, dan V3 = 3 liter/tan/hari. Pada perlakuan V1, tinggi tanaman yaitu 75,46, jumlah daun 332,04, dan luas daun 2478,78. Pada perlakuan V2, tinggi tanaman 79,98, jumlah daun 352,63, luas daun 3196,24. Sedangkan pada perlakuan V3, tinggi tanaman 73,24, jumlah daun 355,00, dan luas daun 2770,58.<br />Dari hasil penelitian tersebut, sangatlah jelas air sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabai, baik itu dari segi tinggi tanaman cabai, jumlah daunnya, dan luas daun cabai tersebut. Dan pertumbuhan tanaman cabai yang maksimal terdapat pada V2, yaitu dengan perlakuan pemberian air sebanyak 2 liter/tan/hari.<br /><br /><br /><br />Tujuan Penelitian<br />Percobaan Pengaruh Air Terhadap Pertumbuhan Pepaya bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh air terhadap pertumbuhan pepaya, dan apa pengaruhnya apabila tanaman pepaya kelebihan dan kekurangan air.<br /><br />Hipotesis<br />Pengaruh air dapat berdampak positif dan negatif terhadap pertumbuhan pepaya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />TINJAUAN PUSTAKA<br />Pepaya (Carica papaya L) termasuk tanaman perdu dengan tinggi tanaman kurang lebih 10 m. Bentuk batak silindris, tidak berkayu, memiliki rongga, dan berwarna putih kotor. Bentuk daun tunggal, bulat dengan ujung runcing dan pangkal bertoreh, tepi daun bergerigi, dan berdiameter 25 – 75 cm, pertulangan menjari, dengan panjang pangkal tangkai 25 – 100 cm dan berwarna hijau.<br />Bunga pepaya termasuk jenis bunga tunggal, berbentuk seperti bintang, berumah dua, dan bunga terdapat pada ketiak daun. Bunga jantan terletak pada landan yang serupa malai, kelopak kecil, kepala sari berlangkai pendek atau duduk, berwarna kuning, dan mahkota berbentuk terompet, dengan tepi bertaju lima, bertabung panjang, dan berwarna putih kekuningan. Bunga betina berdiri sendiri, mahkota lepas, kepala putik berjumlah lima, dangkal buah beruang satu dengan warna putih kekuningan.<br />Buah pepaya termasuk dalam buah buni, berbentuk bulat memanjang, berdaging, dan ketika masih muda berwarna hijau muda, tetapi setelah tua berwarna jingga tua. Biji dari pepaya terdapat di dalam buah, berbentuk bulat panjang dan kecil, bagian luar dibungkus selaput yang berisi cairan, masih muda berwarna putih, tetapi setelah tua berwarna putih kekuningan.<br />Akar dari pepaya berbentuk akar tunggang, dengan percabangan yang banyak, berbentuk bulat, dan berwarna putih kekuningan.<br />Pepaya jantan memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai. Ciri-ciri bunga jantan ialah putih/bakal buah yang rundimeter yang tidak berkepala, benang sari tersusun dengan sempurna. <br />Pepaya betina memiliki bunga majemuk artinya pada satu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai bunga sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar. Bunga yang besar akan menjadi buah. Memiliki bakal buah yang sempurna, tetapi tidak mempunyai benang sari, biasanya terus berbunga sepanjang tahun. <br />Pepaya sempurna memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang sari dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian. Terdapat 3 jenis pepaya sempurna, yaitu: <br />1. Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat. <br />2. Berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong. <br />3. Berbenang sari 2 - 10 dan bakal buah mengkerut.<br />Klasifikasi dari tanaman pepaya (Carica papaya L) adalah sebagai berikut :<br />Kerajaan : Plantae<br />Divisio : Magnoliophyta<br />Kelas : Magnoliopsida<br />Ordo : Brassicales<br />Family : Caricaceae<br />Genus : Carica<br />Spesies : Carica papaya L<br />Syarat tumbuh untuk tanaman pepaya (Carica papaya) meliputi beberapa hal, diantaranya yaitu : iklim, media tanam, dan ketinggian tempat.<br />1. Iklim<br />a. Angin diperlukan untuk penyerbukan bunga. Angin yang tidakterlalu kencang sangat cocok bagi pertumbuhan tanaman.<br />b. Tanaman pepaya tumbuh subur pada daerah yang memilki curah hujan 1000- 2000 mm/tahun. <br />c. Suhu udara optimum 22-26 oC.<br />d. Kelembaban udara sekitar 40%. <br />2. Media tanam<br />a. Tanah yang baik untuk tanaman pepaya adalah tanah ynag subur dan banyak mengandung humus. Tanah itu harus banyak menahan air dan gembur.<br />b. Derajat keasaman tanah ( pH tanah) yang ideal adalah netral dengan pH 6-7.<br />c. Kandungan air dalam tanah merupakan syarat penting dalam kehidupan tanaman ini. Air menggenang dapat mengundang penyakit jamur perusak akar hingga tanaman layu (mati). Apabila kekeringan air, nama tamanan akan kurus, daun, bunga dan buah rontok. Tinggi air yang ideal tidak lebih dalam daripada 50–150 cm dari permukaan tanah. <br />3. Ketinggian tempat<br />Pepaya dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 700 m–1000 m dpl.<br />Air merupakan salah satu unsur disamping nutrisi yang diperlukan untuk perbesaran atau perluasan sel, akan mempengaruhi perbesaran luas daun. Semakin meningkatnya luas daun, akan semakin luas pula tajuk tanaman. Tajuk tanaman yang lebar akan meningkatkan luas naungan, dimana naungan akan memacu kerja auksin yang berfungsi untuk perpanjangan sel. Dalam hal ini auksin akan menambah tinggi tanaman. Gardner et al (1991) menambahkan bahwa nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel, seperti pada organ vegetatif atau organ pembuahan. Nitrogen dan air, khususnya meningkatkan tinggi tanaman, tetapi pengaruh itu kompleks karena ukuran daun yang lebih besar akan mengakibatkan penaungan yang lebih banyak. Penaungan cenderung meningkatkan kandunngan auksin yang dapat mempengaruhi panjang ruas. Auksin merupakan istilah genetik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya merangsang perpanjangan sel. Auksin diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif (tunas, daun muda dan buah). <br />Jumlah daun dipengaruhi oleh genotipe tanaman itu sendiri atau jumlah daun merupakan ciri-ciri botanis dari suatu tanaman. Hal ini dijelaskan oleh Gardner et al (1991) bahwa jumlah bakal daun yang terdapat pada embrio biji yang masak merupakan karakteristik spesies. Jumlah dan ukuran daun dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan. <br />Air merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan untuk perluasan sel-sel. Selama masa pertumbuhan vegetatif, air dibutuhkan selain unsur hara untuk meningkatkan luas daun. Hal ini didukung oleh Gardner et al (1991) bahwa nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas, terutama oleh perluasan sel, seperti pada organ vegetatif atau organ perbuahan. Pengaruh kekurangan air selama tingkat vegetatif ialah berkembangnya daun-daun yang lebih kecil, yang dapat berakibat kurangnya penyerapan cahaya oleh tanaman budidaya tersebut pada saat dewasa.<br />Dalam fisiologi tumbuhan air merupakan hal yang sangat penting, Jackson (1977) berpendapat, peranan air dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, yaitu :<br />1. Air merupakan bahan penyusun utama dari pada protoplasma. Kandungan air yang tinggi aktivitas fisiologis tinggi sedang kandungan air rendah aktivitas fisiologisnya rendah (Kramer dan Kozlowsksi, 1960).<br />2. Air merupakan reagen dalam tubuh tanaman, yaitu pada proses fotosintesis.<br />3. Air merupakan pelarut substansi (bahan-bahan) pada berbagai hal dalam reaksi-reaksi kimia (Kramer dan Kozlowski, 1960).<br />4. Air digunakan untuk memelihara tekanan turgor.<br />5. Sebagai pendorong pross respirasi, sehingga penyediaan tenaga meningkat dan tenaga ini digunakan untuk pertumbuhan.<br />6. Secara tidak langsung dapat memelihara suhu tanaman.<br />Kekurangan air akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, perkembangannya menjadi abnormal. Kekurangan yang terjadi terus menerus selama periode pertumbuhan akan menyebabkan tanaman tersebut menderita dan kemudian mati. Sedang tanda-tanda pertama yang terlihat ialah layunya daun-daun. Peristiwa kelayuan ini disebabkan karena penyerapan air tidak dapat mengimbangi kecepatan penguapan air dari tanaman. Jika proses tranpirasi ini cukup besar dan penyerapan air tidak dapat mengimbanginyha, maka tanaman tersebut akan mengalami kelayuan sementara (transcient wilting), sedang tanaman akan mengalami kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah mencapai permanent wilting percentage. Tanaman dalam keadaan ini sudah sulit untuk disembuhkan karena sebagaian besar sel-selnya telah mengalami plasmolisia (Dwidjoseputro, 1984).<br />Tanaman pepaya bila kelebihan air atau akar terlalu lama tergenang air, dapat mengakibatkan akar akan membusuk dan tanaman layu, dan pada akhirnya akan dapat mengakibatkan kematian. Demikian pula sebaliknya, bila kekurangan air, pepaya tidak dapat tumbuh dengan sempurna, dan dapat mengakibatkan tanaman layu dan mati.<br />Jadi, sebaiknya tanaman pepaya dibudidayakan pada daerah yang tidak degenangai oleh air, seperti pada areal persawahan, dan daerah yang sering terkena banjir. Tetapi perlu diingat, bahwa tanaman pepaya juga tidak baik tumbuh di areal yang tandus dan gersang, jadi pilihlah lahan yang tidak digenangi air dan tidak tandus dan gersang.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />BAHAN DAN METODE PENELITIAN<br />Penelitian dilaksanakan dalam bentuk percobaan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan. Berlangsung dari tanggal …….... sampai tanggal …….... 20….<br />Bahan-bahan yang digunakan adalah bibit tanaman pepaya berumur kurang lebih 2 bulan, air, alat takaran air yaitu berupa literan, alat pengukur tinggi tanaman berupa meteran, dan alat pengukur luas daun.<br />Metode penelitian yang digunakan adalah percobaan Non Faktorial dengan pola dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan menggunakan faktor volume pemberian air (V) yang terdiri dari 15 taraf, yaitu tanpa pemberian air, 2 liter/tanaman/hari, 4 liter/tanaman/hari, 6 liter/tanaman/hari, 8 liter/tanaman/hari, 10 liter/tanaman/hari, 12 liter/tanaman/hari, 14 liter/tanaman/hari, 16 liter/tanaman/hari, 18 liter/tanaman/hari, 20 liter/tanaman/hari, 22 liter/tanaman/hari, 24 liter/tanaman/hari, 26 liter/tanaman/hari, dan dengan menggenangi air pada tanaman pepaya disetiap saat.<br />Pada penelitian ini akan diamati pertumbuhan dari tanaman pepaya, yaitu meliputi pengamatan :<br />1. Jumlah daun, yaitu total jumlah daun pada tanaman pepaya yang diamati.<br />2. Tinggi tanaman, yaitu tinggi dari tanaman pepaya yang diamati.<br />3. Total luas daun tanaman, yaitu luas keseluruhan daun dari tanaman pepaya. Dalam mengukur luas daun digunakan rumus (Nasaruddin, 2003) :<br /> <br /><br />Dimana :<br />LD : luas daun<br />BPD : berat proyeksi daun<br />LKS : luas kertas standar<br />BKS : berat kertas standar<br />4. Daya tahan tanaman, yaitu seberapa lama tanaman pepaya dapat tumbuh dengan baik pada perlakuan pemberian air.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />Clough, B.F. and F.I. Milthorpe, 1975. Effects of water Deficit on Leaf Development in Tobacco. Aust. J. Plant. Physiol. 2. pp. 291-300.<br /><br />Crafte, A.S., H.B., Currier and C.P. Stocking, 1949. Water in the Physiology of Plants. Waltham, Mass. USA. Published by The Chronoca Botanica Company. 240 p.<br /><br />Dwidjoseputro, D. 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Pp. 66-106.<br /><br />Fitter, A.H. dan R.K.M. Hay. 1994. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Diterjemahkan oleh Sri Andani dan E.D.Purbayanti. Gadjah Mada University Press. 421 Hal.<br /><br />Gardner, F.P.; R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta. <br /><br />Goldsworthy, P.R. dan N.M.Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Diterjemahkan oleh Tohari. Gadjah Mada University Press. 874 Hal.<br /><br />Ismal, Gazali. 1979. Ekologi Tumbuh-tumbuhan dan Tanaman Pertanian. UNAND. Padang. Hal. 54 – 76<br /><br />Jackson, I, J., 1977. Climate, Water and Agriculture in the Tropics. Published in the United States of America by Longman Inc. New York. 248 p.<br /><br />Kramer, P.J. and T.T. Kozlowski, 1960. Physiology of Trees. Mc Graw-Hill Book Co. Inc. New York. 642 p.<br /><br />Kramer, P.J., 1969. Plant and soil Water Relationships : A Modern Synthesis. Toto Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd. New Delhi. pp. 347-390<br /><br />Lakitan, Benyamin. 1995. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal. 155 – 168<br /><br />Nasaruddin, 2003. Metabolisme Fotosintesis, Respirasi, dan Nutrisi Mineral. Laboratorium Fisiologi Tanaman. Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, Makassar.<br /><br />Noorhadi dan Sudadi. 2003. Kajian Pemberian Air Dan Mulsa Terhadap Iklim Mikro Pada Tanaman Cabai Di Tanah Entisol. Fakultas Pertanian UNS. Surakarta<br />Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewaruci Press. Jakarta. <br /><br />Gardner, F.P.; R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia Press. Jakarta.Ahmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-28756821693356390912010-05-03T23:47:00.001-07:002010-06-02T11:11:21.944-07:00Laporan Praktikum Ekologi Tanaman "Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kangkung"PENDAHULUAN<br /><br /><br /><br />Latar Belakang<br />Tanaman kangkung berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Malaysia, Birma, Indonesia, China Selatan, Australia, dan Afrika. Di China, sayuran ini dikenal dengan nama weng cai. Di negara Eropa, kangkung biasa disebut swamp cabbage, water convovulus, atau water spinach (Suyono, 1997).<br />Sementara di Indonesia, kangkung bisa ditemukan di hampir seluruh daerah. Bahkan, di Kecamatan Muting Kabupaten Merauke, Papua, kangkung merupakan lumbung hidup sehari-hari bagi masyarakatnya. Di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar, kangkung darat banyak ditanam penduduk untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual ke pasar(Suyono, 1997).<br />Kangkung termasuk suku Convolvulaceae atau keluarga kangkung-kangkungan. Merupakan tanaman yang tumbuh cepat dan memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Dalam satu musim saja, kangkung bisa tumbuh dengan panjang 30-50 cm (Plantus, 2008).<br />Tanaman ini merambat di lumpur dan tempat-tempat yang basah, seperti tepi kali, rawa-rawa, atau terapung di atas air. Biasa ditemukan di dataran rendah hingga 1.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman bernama Latin Ipomoea reptans ini terdiri atas dua varietas, yakni kangkung darat yang disebut kangkung cina dan kangkung air yang tumbuh secara alami di sawah, rawa, atau parit (Rukmana, 1994).<br />Perbedaan antara kangkung darat dan kangkung air terletak pada warna bunga. Kangkung air berbunga putih kemerah-merahan, sedangkan kangkung darat berbunga putih bersih. Perbedaan lainnya pada bentuk daun dan batang. Kangkung air berbatang dan berdaun lebih besar daripada kangkung darat. Warna batangnya juga berbeda. Kangkung air berbatang hijau, sedangkan kangkung darat putih kehijau-hijauan. Lainnya, kebiasaan berbiji. Kangkung darat lebih banyak bijinya daripada kangkung air, itu sebabnya kangkung darat diperbanyak lewat biji, sedangkan kangkung air dengan stek pucuk batang (Plantus, 2008).<br />Tanaman ini berumur lebih dari setahun, menetap, menjalar atau membelit. Mengandung banyak vitamin A, C serta mineral terutama zat besi. Ada 2 jenis kangkung yang enak dimakan yaitu: Kangkung Darat, mempunyai daun-daun yang panjang dengan ujung runcing, berwarna hijau keputihan dan bunganya berwarna putih. Kangkung air yang mempunyai daun panjang dengan ujung yang agak tumpul berwarna hijau kelam dan bunganya berwarna putih keunguan (Wikipedia, 2007)<br />Kangkung (Ipomoea reptans) merupakan tanaman sayuran penting di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Sayuran ini mudah dibudidayakan dan berumur pendek. Selain untuk sayuran, kangkung yang mengandung senyawa tertentu juga bermanfaat dalam industri farmasi (Pupon, 1992).<br />Di Indonesia terdapat dua tipe kangkung, yaitu kangkung darat dan kangkung air. Kangkung darat tumbuh di lahan tegalan dan lahan sawah, sedangkan kangkung air tumbuh di air, baik air balong maupun air sungai. Kultivar lokal yang dikenal adalah kangkung Lombok dan kangkung Sukabumi, keduanya memiliki kualitas yang tinggi dengan ciri khas daun berwarna hijau muda cerah, menarik, dan lebar (biasanya jenis kangkung darat) serta batangnya renyah (Rukmana, 1994).<br /><br />Tujuan Penelitian<br /><br />Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kangkung.<br /><br />Kegunaan Penelitian<br /><br /> Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal Test pada Praktikum Ekologi Tanaman yang sekaligus merupakan syarat kelulusan mata kuliah tersebut pada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, dan juga sebagai bahan informasi bagi semua pihak yang membutuhkan.<br /><br />Hipotesa<br />Terdapat pengaruh jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman kangkung.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />TINJAUAN PUSTAKA<br /><br />Botani Tanaman Kangkung<br />Kangkung termasuk suku Convolvulaceae (keluarga kangkung-kangkungan). Kedudukan tanaman kangkung dalam sistematika tumbuh-tumbuhan diklasifikasikan ke dalam:<br />Divisio : Spermatophyta<br />Sub-divisio : Angiospermae<br />Kelas : Dicotyledonae<br />Famili : Convolvulaceae <br />Genus : Ipomoea <br />Species : Ipomoea reptans (Rukmana, 1994).<br /><br />Morfologi Tanaman Kangkung<br /> Selama fase pertumbuhannya, tanaman kangkung dapat berbunga, berbuah, dan berbiji, terutama jenis kangkung darat. Bentuk bunga seperti terompet, dan daun mahkota bunga berwarna putih atau merah lembayung (Ong, 2007).<br /> Batang tanaman kangkung berbentuk bulat panjang, berbuku – buku, banyak mengandung air (herbaceous), dan berlubang – lubang. Batanng tanaman ini tumbuh merambat atau menjalar dan percabangannya banyak (Ong, 2007).<br /> Tanaman kangkung memiliki sistem perakaran tunggang dan cabang – cabang akarnya menjalar ke semua arah, dapat menembus tanah sampai kedalaman 60 – 100 cm, dan melebar secara mendatar pada radius 100 – 150 cm atau lebih, terutama pada jenis kangkung air (Ong, 2007).<br /> Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan di ketiak daunnya terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi percabangan baru (Ong, 2007). <br /> Bentuk daun umumnya seperti jantung hati, ujung daun runcing ataupun tumpul, permukaan daun sebelah atas berwarna hijau tua, dan permukaan daun bagian bawah berwarna hijau muda (Ong, 2007).<br /> Buah kangkung berbentuk bulat telur yang di dalamnya berisi tiga butir biji. Bentuk biji kangkung bersegi – segi atau agak bulat, berwarna coklat atau kehitam – hitaman, dan termasuk biji berkeping dua. Pada jenis kangkung darat, biji kangkung berfungsi sebagai alat perbanyakan tanaman secara generatif (Ong, 2007).<br /><br />Syarat Tumbuh Tanaman Kangkung<br />Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik sepanjang tahun. Kangkung darat dapat tumbuh pada daerah yang beriklim panas dan beriklim dingin Jumlah curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini berkisar antara 500-5000 mm/tahun. <br />Pada musim hujan tanaman kangkung pertumbuhannya sangat cepat dan subur, asalkan di sekelilingnya tidak tumbuh rumput liar. Dengan demikian, kangkung pada umumnya kuat menghadapi rumput liar, sehingga kangkung dapat tumbuh di padang rumput, kebun/ladang yang agak rimbun.<br />Tanaman kangkung membutuhkan lahan yang terbuka atau mendapat sinar matahari yang cukup. Di tempat yang terlindung (ternaungi) tanaman kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) tetapi kurus-kurus. Kangkung sangat kuat menghadapi panas terik dan kemarau yang panjang. Apabila ditanam di tempat yang agak terlindung, maka kualitas daun bagus dan lemas sehingga disukai konsumen.<br />Suhu udara dipengaruhi oleh ketinggian tempat, setiap naik 100 m tinggi tempat, maka temperatur udara turun 1 derajat C. Apabila kangkung ditanam di tempat yang terlalu panas, maka batang dan daunnya menjadi agak keras, sehingga tidak disukai konsumen (Rukmana, 1994).<br />Kangkung darat menghendaki tanah yang subur, gembur banyak mengandung bahan organik dan tidak dipengaruhi keasaman tanah. Tanaman kangkung darat tidak menghendaki tanah yang tergenang, karena akar akan mudah membusuk. Sedangkan kangkung air membutuhkan tanah yang selalu tergenang air. Tanaman kangkung membutuhkan tanah datar bagi pertumbuhannya, sebab tanah yang memiliki kelerengan tinggi tidak dapat mempertahankan kandungan air secara baik (Rukmana, 1994).<br />Kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) ± 2000 meter dpl. Baik kangkung darat maupun kangkung air, kedua varietas tersebut dapat tumbuh di mana saja, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Hasilnya akan tetap sama asal jangan dicampur aduk (Rukmana, 1994).<br /><br />Peranan Jarak Tanam<br />Pemanfaatan potensi sumberdaya lahan setempat secara optimal bagi tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan dan salah satunya adalah dengan penerapan teknologi pengaturan jarak tanam. Ke-unggulan sistem ini dapat mempengaruhi populasi tanaman, efesien dalam penggunaan cahaya, menekan perkembangan hama penyakit dan mengurangi kompetisi tanaman dalam penggunaan air dan unsur hara (Musa et.al, 2007). <br />Upaya peningkatan produksi tanaman perluasan tertentu dapat dilakukan dengan meningkatkan populasi tanaman dengan jarak tanam turut mempengaruhi produk-tifitas tanaman. Kerapatan atau ukuran populasi tanaman sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal, tetapi bisa terjadi persaingan dalam hara, air dan ruang tumbuh serta mengurangi perkembangan tinggi dan kedalaman akar tanam-an (Musa et.al, 2007). <br />Pengaturan populasi tanaman melalui pengaturan jarak tanam pada suatu ta-naman akan mempengaruhi keefisienan tanaman dalam memanfaatkan matahari dan pesaingan tanaman dalam peman-faatan hara dan air yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman Dengan pengaturan jarak tanam yang baik, maka pemanfaatan ruang yang ada bagi pertumbuhan tanaman dan kapasitas penyangga terhadap peristiwa yang merugikan dapat diefesienkan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu melakukan kajian untuk mengetahui pengaruh sistem jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Musa et.al, 2007).<br /><br /><br /><br />BAHAN DAN METODE PENELITIAN<br /><br />Tempat dan Waktu<br /> Penelitian ini dilakukan di lahan penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Jl. Tuar, Kecamatan Medan Amplas. Berlangsung mulai tanggal 08 Oktober 2009 sampai dengan 30 Nopember 2009.<br /><br />Bahan dan Alat<br /> Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih dari tanaman kangkung, dan pupuk.<br /> Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, parang, pisau, dan alat ukur berupa meteran atau penggaris.<br /><br />Metode Penelitian<br /> Penelitian ini dilakukan dengan mengunakan Rancangan Acak Kelompok Non Faktorial (Randomized Blok Design) dengan satu faktor yang terdiri dari tiga taraf perlakuan yaitu :<br />1. Faktor Perlakuan (P), yaitu :<br /> A1 : Jarak tanam 10 x 10 cm<br /> A2 : Jarak tanam 10 x 15 cm<br /> A3 : Jarak tanam 10 x 20 cm<br />Jumlah ulangan : 3 ulangan<br />Jumlah plot percobaan : 9 plot<br />Jumlah tanaman sampel per plot : 1 tanaman<br />Jumlah tanaman sampel seluruhnya : 9 tanaman<br />Luas areal percobaan : 100 cm x 200 cm<br /> Dari hasil penelitian dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan dengan Uji Beda Rataan menurut Duncan (DMRT).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PELAKSANAAN PENELITIAN<br /><br />Pembuatan Plot<br /> Dibuat plot dengan ukuran 1 x 2 m, sebanyak 3 ulangan, dan tiap ulangannya terdiri dari 3 perlakuan jarak tanam, yaitu A1, A2, dan A3. Jadi total plot yang dibuat adalah 9 plot.<br /><br />Penanaman Benih<br /> Benih yang sudah tersedia ditanam pada tiap-tiap plot, masing – masing plot disesuaikan dengan jarak tanamnya, yaitu 10 x 10 cm, 10 x 15 cm, dan 10 x 20 cm. Dan pada masing – masing lubang tanam diisi dengan 2 benih.<br /><br />Pemeliharaan Tanaman<br />Penyiraman<br />Penyiraman dilakukan minimal 1 kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari atau sore hari. Penyiraman ini dilakukan agar pertumbuhan tanaman yang diteliti tidak terganggu, dan produksi yang dihasilkan lebih banyak.<br />Penyiangan<br /> Penyiangan dilakukan ketika tanaman yang diteliti ditumbuhi oleh gulma. Yaitu dilakukan secara manual menggunakan tangan dengan mencabut setiap gulma yang tumbuh disekitar tanaman yang diteliti (di dalam plot).<br />Penyisipan <br /> Penyisipan dilakukan apabila terjadi kematian pada salah satu tanaman yang diteliti. Yaitu dengan cara mengambil tanaman dari tempat ataupun lahan tersendiri yang memang disediakan untuk tanaman sisipan, kemudian di tanam pada tempat dimana tanaman tersebut mati.<br />Pemupukan<br /> Pemupukan dilakukan guna menambah hara tanah agar tanaman kangkung dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik. Jenis pupuk yang diberikan sesuai dengan fase pertumbuhannya dan dengan kadar yang sesuai. Pemupukan ini dilakukan dengan cara menaburkan pupuk pada sekitar tanaman di dalam plot.<br />Pengandalian Hama dan Penyakit<br /> Pengendalian ini dilakukan apabila tanaman terserang oleh hama atau penyakit. Yaitu bisa dilakukan dengan cara mekanik ataupun kimia. Secara mekanik yaitu dengan mengusir / membuang langsung hama yang ada pada tanaman seperti ulat misalnya. Kemudian untuk pengendalian terhadap penyakit dapat dilakukan dengan cara kimia yaitu dengan memberikan pestisida.<br /><br />Parameter Pengamatan<br />Tinggi Tanaman (cm)<br /> Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur tanaman kangkung dari atas permukaan tanah sampai pada titik tumbuh. Pengukuran dimulai pada saat tanaman berumur 5 minggu setelah tanam.<br /><br />Jumlah Daun (helai)<br /> Jumlah daun dihitung dengan cara menghitung setiap daun (helai) yang telah terbuka secara sempurna yang tumbuh pada tanaman tersebut. Pengukuran dimulai pada saat tanaman berumur 5 minggu setelah tanam.<br />HASIL PENELITIAN<br /><br />Tinggi tanaman<br /> Dari hasil penelitian, maka diperoleh rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan A3 dengan rataan tingginya 28 cm. Sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan A1, dengan rataan tingginya 20 cm.<br /><br />Jumlah daun<br /> Dari hasil penelitian, maka diperoleh rataan jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan A3, dengan rataan jumlah daunnya 16 helai. Sedangkan rataan jumlah daun paling kecil terdapat pada perlakuan A1, dengan rataan jumlah daunnya 11 helai.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />PEMBAHASAN<br /><br />Tinggi tanaman<br />Dari hasil penelitian yang diperoleh, pada tinggi tanaman didapati hasil yang tertinggi pada perlakuan A3 yaitu dengan jarak tanam 10 x 20 cm, dengan rata – rata tinggi tanaman 28 cm. Ini menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 10 x 20 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 10 x 10 cm dan 10 x 15 cm. Hal tersebut dikarenakan jarak tanam yang lebih jarang dibandingkan dengan yang lainnya, dan menyebabkan persaingan diantara tanaman, baik itu berupa unsur hara, oksigen, ruang tumbuh, dan lainnya lebih sedikit dibandingkan jarak tanam yang lebih rapat, dan berakibat tumbuhan tersebut pertumbuhannya lebih bagus dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih rapat. <br />Hal tersebut sesuai dengan pendapat Musa (2007) yang menyatakan bahwa kerapatan atau ukuran populasi tanaman sangat penting untuk memperoleh hasil yang optimal, tetapi bisa terjadi persaingan dalam hara, air dan ruang tumbuh serta mengurangi perkembangan tinggi dan kedalaman akar tanam-an. <br /><br />Jumlah daun<br /> Sedangkan pada jumlah daun, hasil yang terbanyak juga pada perlakuan A3, yaitu dengan jarak tanam 10 x 20 cm, dengan rata – rata jumlah daun 16 helai. Ini menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 10 x 20 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 10 x 10 cm dan 10 x 15 cm. Hal tersebut dikarenakan jarak tanam yang lebih jarang dibandingkan dengan yang lainnya, dan menyebabkan persaingan diantara tanaman, baik itu berupa unsur hara, oksigen, ruang tumbuh, dan lainnya lebih sedikit dibandingkan jarak tanam yang lebih rapat, dan berakibat tumbuhan tersebut pertumbuhannya lebih bagus dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih rapat.<br />Hal tersebut sesuai dengan pendapat Musa (2007) yang menyatakan bahwa pengaturan jarak tanam pada suatu ta-naman akan mempengaruhi keefisienan tanaman dalam memanfaatkan matahari dan pesaingan tanaman dalam peman-faatan hara dan air yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />KESIMPULAN DAN SARAN<br />Kesimpulan<br /> Dari hasil penelitian, lampiran / perhitungan, dan pembahasan, maka dapat diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :<br />1. Pada tabel rataan tinggi tanaman, tinggi tanaman yang tertinggi pada perlakuan A3 (jarak tanam 10 x 20) dengan rataan tinggi tanaman 28 cm. Dan yang terendah pada perlakuan A1 (jarak tanam 10 x 10) dengan rataan tinggi tanaman 24 cm.<br />2. Pada tabel rataan jumlah daun, jumlah daun yang terbanyak pada perlakuan A3 (jarak tanam 10 x 20) dengan rataan jumlah daun 16 helai. Dan yang terendah pada perlakuan A1 (jarak tanam 10 x 10) dengan rataan jumlah daun 11 helai.<br />3. Perlakuan jarak tanam berpengaruh pada pertumbuhan jumlah daun yang tumbuh pada tanaman kangkung.<br />4. Jarak tanam untuk tanaman kangkung yang paling baik dan ideal adalah dengan jarak tanam 10 x 20 cm.<br />Saran<br /> Diharapkan untuk Praktikum Ekologi Tumbuhan kedepannya agar lebih ditingkatkan, baik itu dari teknis pelaksanaan praktikum, jalannya praktikum di lahan penelitian, dan cara penyampaian materi kepada para praktikan agar para praktikan lebih memahami makna dan tujuan dari praktikum tersebut dan menambah ilmu pengetahuan dan wawasan dari praktikan sendiri.<br />DAFTAR PUSTAKA<br />Musa Y., Nasaruddin, M.A. Kuruseng, 2007. Evaluasi produktivitas jagung melalui pengelolaan populasi ta-naman, pengolahan tanah, dan dosis pemupukan. Agrisistem 3 (1): 21 – 33. <br /><br />Ong, H. C., 2007. Sayuran Khasiat Makanan dan Ubatan. Shamelin Perkasa. Kuala Lumpur Plantus, 2008. Kangkung si-Anti Racun. Utkampus. Bandung.<br /><br />Pupon. (1992). Manfaat Tanaman Kangkung Darat. Sinar Tani.<br /><br />Rukmana, R., 1994. Seri Budidaya Kangkung. Kanisius. Yogyakarta.<br /><br />Suyono, J., 1997. Pengaruh Kekurangan Nutrisi Pada Pertumbuhan Tanaman kangkung air. Universitas Cendrawasi. Jayapura.<br /><br />Wikipedia, 2007. Kangkung (Ipomoea reptans). http://id.wikipedia.org/w/index.php? title=Ipomoea&action=edit&redlink=1<br /><br /><br />.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 1 : Perhitungan Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) tanaman kangkung <br /><br />Tabel 1 : Data Pengamatan Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) tanaman kangkung<br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />A1 24 23 13 60 20<br />A2 25 23 24 72 24<br />A3 25 29 30 84 28<br />Total 74 75 67 216 24<br /><br />FK : 5184<br />JKT : 186<br />JKP : 96<br />JKB : 12,67<br />JKE : 77,33<br />Sumber<br />Keragaman Db JK KT F Hitung F Tabel<br /> 0,05 0,01<br />Perlakuan 2 96 48 2,48tn 6,94 18,00<br />Blok 2 12,67 6,33 0,33tn 6,94 18,00<br />Galat 4 77,63 19,33 <br />Total 8 <br /><br />KK : 18,32%<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran 2 :Perhitungan Rata-rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kangkung<br /><br />Tabel 2 : Data Pengamatan Rata-rata Jumlah Daun (helai) Tanaman Kangkung <br />Perlakuan Ulangan Total Rataan<br /> I II III <br />A1 12 12 9 33 11<br />A2 14 15 12 41 13,67<br />A3 14 19 15 48 16<br />Total 40 46 36 122 13,56<br /><br />FK : 1653,78<br />JKT : 62,22<br />JKP : 37,56<br />JKB : 16,89<br />JKE : 7,78<br />Sumber<br />Keragaman Db JK KT F Hitung F Tabel<br /> 0,05 0,01<br />Perlakuan 2 37,56 18,78 18,78** 6,94 18,00<br />Blok 2 16,89 8,44 4,34tn 6,94 18,00<br />Galat 4 7,78 1,94 <br />Total 8 <br /><br />KK : 10,27%Ahmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2977493967643031151.post-91556814318551408422010-04-26T13:37:00.000-07:002010-06-02T11:12:18.976-07:00FOTOSINTESISDaun, tempat berlangsungnya fotosintesis pada tumbuhan.<br />Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga, dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi. Fotosintesis juga berjasa menghasilkan sebagian besar oksigen yang terdapat di atmosfer bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan energi. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang.<br /><br />1. Pengertian Fotosintesis<br />Organisasi dan fungsi suatu sel hidup bergantung pada persediaan energi yang tak henti-hentinya. Sumber energi ini tersimpan dalam molekul-molekul organik seperti karbohidrat. Untuk tujuan praktis, satu-satunya sumber molekul bahan bakar yang menjadi tempat bergantung seluruh kehidupan adalah fotosintesis. Fotosintesis merupakan salah satu reaksi yang tergolong ke dalam reaksi anabolisme. Fotosintesis adalah proses pembentukan bahan makanan (glukosa) yang berbahan baku karbon dioksida dan air. <br />Fotosintesis hanya dapat dilakukan oleh tumbuhan dan ganggang hijau yang bersifat autotrof. Artinya, keduanya mampu menangkap energi matahari untuk menyintesis molekul-molekul organik kaya energi dari prekursor anorganik H2O dan CO2. Sementara itu, hewan dan manusia tergolong heterotrof, yaitu memerlukan suplai senyawa-senyawa organik dari lingkungan (tumbuhan) karena hewan dan manusia tidak dapat menyintesis karbohidrat. Karena itu, hewan dan manusia sangat bergantung pada organisme autotrof.<br />Fotosintesis terjadi di dalam kloroplas. Kloroplas merupakan organel plastida yang mengandung pigmen hijau daun (klorofil). Sel yang mengandung kloroplas terdapat pada mesofil daun tanaman, yaitu sel-sel jaringan tiang (palisade) dan sel-sel jaringan bunga karang (spons). Di dalam kloroplas terdapat klorofil pada protein integral membran tilakoid. Klorofil dapat dibedakan menjadi klorofil a dan klorofil b. Klorofil a merupakan pigmen hijau rumput (grass green pigment) yang mampu menyerap cahaya merah dan biru-keunguan. Klorofil a ini sangat berperan dalam reaksi gelap fotosintesis yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Klorofil b merupakan pigmen hijau kebiruan yang mampu menyerap cahaya biru dan merah kejinggaan. Klorofil b banyak terdapat pada tumbuhan, ganggang hijau, dan beberapa bakteri autotrof.<br />Selain klorofil, di dalam kloroplas juga terdapat pigmen karotenoid, antosianin, dan fikobilin. Karotenoid mampu menyerap cahaya biru kehijauan dan biru keunguan, dan memantulkan cahaya merah, kuning, dan jingga. Antosianin dan fikobilin merupakan pigmen merah dan biru. Antosianin banyak ditemukan pada bunga, sedangkan fikobilin banyak ditemukan pada kelompok ganggang merah dan Cyanobacteria.<br />Reaksi fotosintesis secara ringkas berlangsung sebagai berikut.<br /> <br />Seorang fisiologis berkebangsaan Inggris, F. F. Blackman, mengadakan percobaan dengan melakukan penyinaran secara terus-menerus pada tumbuhan Elodea. Ternyata, ada saat dimana laju fotosintesis tidak meningkat sejalan dengan meningkatnya penyinaran. Akhirnya, Blackman menarik kesimpulan bahwa paling tidak ada dua proses berlainan yang terlibat:<br />1. Suatu reaksi yang memerlukan cahaya<br />2. Reaksi yang tidak memerlukan cahaya<br />Yang terakhir dinamai reaksi gelap, walau dapat berlangsung terus saat keadaan terang. Blackman berteori bahwa pada intensitas cahaya sedang, reaksi terang membatasi atau melajukan seluruh proses. Dengan kata lain, pada intensitas ini reaksi gelap mampu menangani semua substansi intermediat yang dihasilkan reaksi cahaya. Akan tetapi, dengan meningkatnya intensitas cahaya pada akhirnya akan tercapai suatu titik dimana reaksi gelap berlangsung pada kapasitas maksimum.<br />Teori ini diperkuat dengan mengulangi percobaan pada temperatur yang agak lebih tinggi. Seperti diketahui, kebanyakan reaksi kimia berjalan lebih cepat pada suhu lebih tinggi (sampai suhu tertentu). Pada suhu 35°C, laju fotosintesis tidak menurun sampai ada intensitas cahaya yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi gelap kini berjalan lebih cepat. Faktor bahwa pada intensitas cahaya yang rendah laju fotosintesis itu tidak lebih besar pada 35°C dibandingkan pada 20°C juga menunjang gagasan bahwa yang menjadi pembatas pada proses ini adalah reaksi terang. Reaksi terang ini tidak tergantung pada suhu, tetapi hanya tergantung pada intensitas penyinaran. Laju fotosintesis yang meningkat dengan naiknya suhu tidak terjadi jika suplai CO2 terbatas. Jadi, konsentrasi CO2 harus ditambahkan sebagai faktor ketiga yang mengatur laju fotosintesis itu berlangsung.<br />Jadi, secara umum fotosintesis terbagi menjadi dua tahap reaksi:<br />1. Reaksi Terang, yang membutuhkan cahaya<br />2. Reaksi Gelap, yang tidak membutuhkan cahaya<br /><br />2. Fotosintesis Pada Tumbuhan<br />Tumbuhan bersifat autotrof. Autotrof artinya dapat mensintesis makanan langsung. dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbon dioksida dan air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya. Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis. Perhatikan persamaan reaksi yang menghasilkan glukosa berikut ini:<br />6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6 (glukosa) + 6O2<br />Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan di atas. Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen untuk menghasilkan karbon dioksida, air, dan energi kimia.<br />Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. klorofil menyerap cahaya yang akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang mengandung setengah juta kloroplas setiap milimeter perseginya. Cahaya akan melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan, menuju mesofil, tempat terjadinya sebagian besar proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan.<br />3. Fotosintesis Pada Alga Dan Bakteri<br />Alga terdiri dari alga multiseluler seperti ganggang hingga alga mikroskopik yang hanya terdiri dari satu sel. Meskipun alga tidak memiliki struktur sekompleks tumbuhan darat, fotosintesis pada keduanya terjadi dengan cara yang sama. Hanya saja karena alga memiliki berbagai jenis pigmen dalam kloroplasnya, maka panjang gelombang cahaya yang diserapnya pun lebih bervariasi. Semua alga menghasilkan oksigen dan kebanyakan bersifat autotrof. Hanya sebagian kecil saja yang bersifat heterotrof yang berarti bergantung pada materi yang dihasilkan oleh organisme lain.<br />4. Proses Fotosintesis<br />Hingga sekarang fotosintesis masih terus dipelajari karena masih ada sejumlah tahap yang belum bisa dijelaskan, meskipun sudah sangat banyak yang diketahui tentang proses vital ini. Proses fotosintesis sangat kompleks karena melibatkan semua cabang ilmu pengetahuan alam utama, seperti fisika, kimia, maupun biologi sendiri.<br />Pada tumbuhan, organ utama tempat berlangsungnya fotosintesis adalah daun. Namun secara umum, semua sel yang memiliki kloroplas berpotensi untuk melangsungkan reaksi ini. Di organel inilah tempat berlangsungnya fotosintesis, tepatnya pada bagian stroma. Hasil fotosintesis (disebut fotosintat) biasanya dikirim ke jaringan-jaringan terdekat terlebih dahulu.<br />Pada dasarnya, rangkaian reaksi fotosintesis dapat dibagi menjadi dua bagian utama: reaksi terang (karena memerlukan cahaya) dan reaksi gelap (tidak memerlukan cahaya tetapi memerlukan karbon dioksida).<br />5. Reaksi Terang<br />Reaksi terang adalah proses untuk menghasilkan ATP dan reduksi NADPH2. Reaksi ini memerlukan molekul air. Proses diawali dengan penangkapan foton oleh pigmen sebagai antena.<br />Pigmen klorofil menyerap lebih banyak cahaya terlihat pada warna biru (400-450 nanometer) dan merah (650-700 nanometer) dibandingkan hijau (500-600 nanometer). Cahaya hijau ini akan dipantulkan dan ditangkap oleh mata kita sehingga menimbulkan sensasi bahwa daun berwarna hijau. Fotosintesis akan menghasilkan lebih banyak energi pada gelombang cahaya dengan panjang tertentu. Hal ini karena panjang gelombang yang pendek menyimpan lebih banyak energi.<br />Di dalam daun, cahaya akan diserap oleh molekul klorofil untuk dikumpulkan pada pusat-pusat reaksi. Tumbuhan memiliki dua jenis pigmen yang berfungsi aktif sebagai pusat reaksi atau fotosistem yaitu fotosistem II dan fotosistem I. Fotosistem II terdiri dari molekul klorofil yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nanometer, sedangkan fotosistem I 700 nanometer. Kedua fotosistem ini akan bekerja secara simultan dalam fotosintesis, seperti dua baterai dalam senter yang bekerja saling memperkuat.<br />Fotosintesis dimulai ketika cahaya mengionisasi molekul klorofil pada fotosistem II, membuatnya melepaskan elektron yang akan ditransfer sepanjang rantai transpor elektron. Energi dari elektron ini digunakan untuk fotofosforilasi yang menghasilkan ATP, satuan pertukaran energi dalam sel. Reaksi ini menyebabkan fotosistem II mengalami defisit atau kekurangan elektron yang harus segera diganti. Pada tumbuhan dan alga, kekurangan elektron ini dipenuhi oleh elektron dari hasil ionisasi air yang terjadi bersamaan dengan ionisasi klorofil. Hasil ionisasi air ini adalah elektron dan oksigen.<br />Oksigen dari proses fotosintesis hanya dihasilkan dari air, bukan dari karbon dioksida. Pendapat ini pertama kali diungkapkan oleh C.B. van Neil yang mempelajari bakteri fotosintetik pada tahun 1930-an. Bakteri fotosintetik, selain sianobakteri, menggunakan tidak menghasilkan oksigen karena menggunakan ionisasi sulfida atau hidrogen.<br />Pada saat yang sama dengan ionisasi fotosistem II, cahaya juga mengionisasi fotosistem I, melepaskan elektron yang ditransfer sepanjang rantai transpor elektron yang akhirnya mereduksi NADP menjadi NADPH.<br /><br /><br />6. Reaksi Gelap<br />ATP dan NADPH yang dihasilkan dalam proses fotosintesis memicu berbagai proses biokimia. Pada tumbuhan proses biokimia yang terpicu adalah siklus Calvin yang mengikat karbon dioksida untuk membentuk ribulosa (dan kemudian menjadi gula seperti glukosa). Reaksi ini disebut reaksi gelap karena tidak bergantung pada ada tidaknya cahaya sehingga dapat terjadi meskipun dalam keadaan gelap (tanpa cahaya).<br />7. Faktor Penentu Laju Fotosintesis<br />Berikut adalah beberapa faktor utama yang menentukan laju fotosintesis:<br />1. Intensitas cahaya <br />Laju fotosintesis maksimum ketika banyak cahaya.<br />2. Konsentrasi karbon dioksida<br />Semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.<br />3. Suhu<br />Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.<br />4. Kadar air<br />Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis.<br />5. Kadar fotosintat (hasil fotosintesis)<br />Jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang.<br />6. Tahap pertumbuhan<br />Penelitian menunjukkan bahwa laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah ketimbang tumbuhan dewasa. Hal ini mungkin dikarenakan tumbuhan berkecambah memerlukan lebih banyak energi dan makanan untuk tumbuh.<br />8. Penemuan<br />Meskipun masih ada langkah-langkah dalam fotosintesis yang belum dipahami, persamaan umum fotosintesis telah diketahui sejak tahun 1800-an.<br />Pada awal tahun 1600-an, seorang dokter dan ahli kimia, Jan van Helmont, seorang Flandria (sekarang bagian dari Belgia), melakukan percobaan untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan massa tumbuhan bertambah dari waktu ke waktu. Dari penelitiannya, Helmont menyimpulkan bahwa massa tumbuhan bertambah hanya karena pemberian air. Tapi pada tahun 1720, ahli botani Inggris, Stephen Hales berhipotesis bahwa pasti ada faktor lain selain air yang berperan. Ia berpendapat faktor itu adalah udara.<br />Joseph Priestley, seorang ahli kimia dan pendeta, menemukan bahwa ketika ia menutup sebuah lilin menyala dengan sebuah toples terbalik, nyalanya akan mati sebelum lilinnya habis terbakar. Ia kemudian menemukan bila ia meletakkan tikus dalam toples terbalik bersama lilin, tikus itu akan mati lemas. Dari kedua percobaan itu, Priestley menyimpulkan bahwa nyala lilin telah "merusak" udara dalam toples itu dan menyebabkan matinya tikus. Ia kemudian menunjukkan bahwa udara yang telah “dirusak” oleh lilin tersebut dapat “dipulihkan” oleh tumbuhan. Ia juga menunjukkan bahwa tikus dapat tetap hidup dalam toples tertutup asalkan di dalamnya juga terdapat tumbuhan.<br />Pada tahun 1778, Jan Ingenhousz, dokter kerajaan Austria, mengulangi eksperimen Priestley. Ia menemukan bahwa cahaya matahari berpengaruh pada tumbuhan sehingga dapat "memulihkan" udara yang "rusak".<br />Akhirnya di tahun 1796, Jean Senebier, seorang pastor Perancis, menunjukkan bahwa udara yang “dipulihkan” dan “merusak” itu adalah karbon dioksida yang diserap oleh tumbuhan dalam fotosintesis. Tidak lama kemudian, Theodore de Saussure berhasil menunjukkan hubungan antara hipotesis Stephen Hale dengan percobaan-percobaan "pemulihan" udara. Ia menemukan bahwa peningkatan massa tumbuhan bukan hanya karena penyerapan karbon dioksida, tetapi juga oleh pemberian air. Melalui serangkaian eksperimen inilah akhirnya para ahli berhasil menggambarkan persamaan umum dari fotosintesis yang menghasilkan makanan (seperti glukosa).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br />http://metabolismelink.freehostia.com/fotosintesis.htmAhmad Nasir Bloghttp://www.blogger.com/profile/17738550849826245808noreply@blogger.com1